Mewujudkan Kesempurnaan Pembangunan Desa

Sebagaimana yang tertuang dalam nawacita yang ketiga yaitu “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka kerja Negara kesatuan.” Desa menjadi prioritas pembangunan karena dengan membangun desa secara tidak langsung juga berpengaruh pada pembangunan yang terjadi di suatu negara. Jika setiap desa sudah mampu melaksanakan pembangunanannya secara mandiri maka akan berdampak pula pada kesejahteraan secara nasional. Berdasarkan yang tercantum pada UU Nomor 6 Tahun 2014 dimana pembangunan desa merupakan upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Adapun caranya adalah dengan mendorong pembangunan desa tertinggal dan berkembang menjadi desa mandiri. Menurut Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, desa mandiri adalah desa maju yang memiliki kemampuan melaksanakan pembangunan desa untuk peningkatan kualitas hidup dan kehidupan sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa dengan ketahanan sosial, ketahanan ekonomi, dan ketahanan ekologi secara berkelanjutan. Kondisi desa yang demikian diharapkan dapat mengurangi kesenjangan antara desa dan kota.
Untuk melakukan pengukuran tingkat perkembangan desa, pemerintah melalui Badan Pusat Statistik melakukan penghitungan Indeks Pembangunan Desa (IPD), yang nantinya masing-masing desa akan dikelompokkan pada kategori desa dengan status tertinggal, berkembang, dan mandiri. Adapun IPD Indonesia mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2014, pada 2018 IPD Indoneia sendiri adalah sebesar 59,36 masih dalam kategori berkembang secara umum, namun meningkat sebanyak 3,65 poin dari kondisi 2014 yang hanya sebesar 55,71. Hasil pengkategorian IPD di Indonesia menghasilkan sebanyak 14.461 desa (19,17 persen) tergolong pada status desa tertinggal, sebanyak 55.369 desa (73,40 persen) termasuk pada kategori desa berkembang dan sebanyak 5.606 desa (7,43 persen) tergolong dalam desa mandiri.

Jika dibandingkan dengan hasil potensi desa periode sebelumnya yakni 2014, terdapat perbaikan dalam hal status desa ini, dimana untuk desa mandiri jumlahnya bertambah sebanyak 2.665 desa naik sebesar 3,62 persen jika dibandingkan dengan kondisi pada 2014, untuk desa berkembang juga bertambah sebanyak 3.853 desa atau naik sebanyak 5,23 persen dari kondisi saat 2014, dan untuk desa tertinggal turun cukup signifikan yakni berurang sebanyak 6.518 desa atau turun sebanyak 8,85 persen dibandingkan dengan kondisi saat 2014. Sama halnya dengan Indonesia, seluruh Propinsi di Indonesia juga mengalami peningkatan IPD dari tahun 2014 termasuk Propinsi Kep. Bangka Belitung.

Berdasarkan hasil Pendataan Potensi Desa 2018, terdapat 391 wilayah administrasi setingkat desa di Babel yang terdiri dari 309 Desa dan 82 Kelurahan. Hasil Podes juga mencatat terdapat sebanyak 47 kecamatan dan 7 kabupaten/kota di Propinsi Babel ini. Seperti hal yang sudah dipaparkan diatas, hasil pendataan podes 2018 Propinsi Babel menunjukkan bahwa terjadi peningkatan status desa, dimana jumlah desa mandiri mengalami peningkatan sejumlah 22 desa atau bisa dikatakan naik cukup signifikan yakni sebesar 7,12 persen jika dibandingkan tahun 2014, untuk desa berkembang menurun sebanyak 4,53 persen atau sebanyak 14 desa dan untuk desa tertinggal mengalami penurunan sebanyak 8 desa atau menurun sebesar 2,59 persen dibandingkan dengan tahun 2014.

Pada dasarnya dimensi penyusunan IPD di Propinsi Bangka Belitung mengalami peningkatan, hanya satu dimensi yang mengalami penurunan yaitu dimensi pelayanan dasar. Dimensi penyusun IPD di Propinsi Bangka Belitung yang mengalami peningkatan tertinggi adalah dimensi penyelenggaraan pemerintahan desa dengan kenaikan sebesar 12,28 poin. Hal tersebut didukung dengan peningkatan otonomi desa yang terwujud dari penerimaan desa yang meningkat cukup fantastis diatas 100 persen yakni sebesar 114,03 persen dibandingkan dengan tahun 2014, selain itu meningkatnya jumlah sekertaris desa yang memiliki pendidikan minimal SMA sebanyak 57,71 persen dibandingkan dengan tahun 2014 juga menjadi faktor pendorong meningkatnya penilaian pada dimensi penyelenggaraan pemerintahan desa ini.

Dimensi IPD lainnya yang mengalami peningkatan cukup tinggi di Propinsi Bangka Belitung adalah dimensi Kondisi Infrastruktur, hasil podes menunjukan bahwa terjadi peningkatan sebanyak 5,78 poin jika dibandingkan dengan tahun 2014. Hal ini didukung dengan meningkatnya jumlah infrastrktur vital yang ada di desa-desa, seperti layanan pos yang meningkat sebanyak 89,74 persen, jumlah bank yang meningkat 76,19 persen , dan keberadaan restoran, rumah makan atau warung/kedai makan yang meningkat 18,4 persen jika dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2014. Untuk dimensi IPD Transportasi dan Pelayanan Umum tercatat meningkat namun tidak sampai 1 poin, yakni masing-masing hanya sebesar 0,47 poin dan 0,94 poin. Dimensi Pelayanan dasar menjadi satu-satunya yang mengalami penurunan yakni sebesar 2,61 poin dari kondisi di tahun 2014.

Menurunnya dimensi pelayanan dasar ini perlu menjadi perhatian pemerintah untuk menciptakan pembangunan desa yang menuju sempurna di Propinsi Bangka Belitung. Penyebab menurunnya dimensi ini antara lain adalah masih belum memadainya beberapa fasilitas pelayanan pendidikan dan fasilitas pelayanan kesehatan walaupun mengalami peningkatan jumlah jika dibandingkan dengan tahun 2014. Selain itu juga yang menjadi penyebab adalah kemudahan akses ke fasilitas-fasilitas tersebut, terlebih lagi sebagaiamana yang kita ketahui sarana transportasi umum di propinsi ini masih minim, sehingga menjadi trigger bagi beberapa masyarakat untuk dapat menikmati fasilitas-fasilitas tersebut.

Selain hal-hal diatas, potensi desa juga mampu memberikan gambaran mengenai perkembangan ekonomi. Pada sektor ekonomi desa yang memiliki Industri Mikro dan Kecil (IMK) mengalami peningkatan. Peningkatan terbesar dialami oleh Industri dari Kain Tenun dan Industri Anyaman dimana masing-masing sebesar 85,37 persen (menjadi sebanyak 76 desa/kelurahan) dan 22,14 persen (menjadi sebanyak 160 desa/kelurahan). Selain IMK, hasil podes juga mencatatkan terdapat peningkatan pada sarana ekonomi seperti keberadaan penginapan dan keberadaan restoran/rumah makan, serta keberadaan pasar dengan bangunan dimana masing-masing sebesar 45,71 persen, 39,19 persen, dan 24,66 persen dibandingkan dengan tahun 2014. Selain pada sektor ekonomi, dari segi bidang kesehatan, bidang perumahan dan lingkungan hidup, pendidikan dan bahkan pendidikan kepala desa/lurah juga mengalami peningkatan jumlah jika dibandingkan dengan kondisi 2014.

Peningkatan IPD Propinsi Babel ini sendiri patut di apresiasi, namun bukan berarti tugas pemerintah dan juga masyarakat berhenti disitu saja, mengingat masih ada beberapa aspek yang diperlukan penguatan seperti pelayanan dasar dan juga transportasi dan pelayanan umum yang perlu ditingkatkan lagi. Ketika problematika pada dimensi-dimensi ini dapat diatasi maka bukan berarti Propinsi Bangka Belitung yang saat ini merupakan Propinsi dengan IPD tertinggi ke 2 se-pulau Sumatera akan menjadi yang teratas di Pulau Sumatera dalam kondisi beberapa tahun ke depan, dan artinya adalah bukan tidak mungkin bahwa tidak akan ada lagi yang namanya Desa Tertinggal di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dan ini akan mewujudkan impian dimana propinsi Babel akan menyusul Propinsi Bali dan Propinsi DI Yogyakarta yang telah lebih dulu berhasil menghilangkan status desa tertinggal didaerahnya yang tergambar dari ketidakberadaan satupun desa dengan status tertinggal di kedua Propinsi tersebut. Continue reading →

Membangun Pertanian, Membangun Desa

Pemerintah terus berupaya melakukan pembangunan desa. Untuk memperkuat perekonomian desa, pemerintah mengalokasikan dana desa hingga puluhan triliun rupiah. Alokasi dana desa meroket tiga kali lipat sejak digulirkan pada 2015. Alokasi dana desa meningkat dari Rp 20,7 triliun pada 2015 menjadi Rp 60 triliun pada 2018. Diharapkan dana tersebut bisa terus menekan angka kemiskinan di perdesaan. Saat ini persentase kemiskinan di perdesaan Bangka Belitung sebesar 7,76 persen. Selama periode Maret 2015 sampai Maret 2018, jumlah penduduk miskin di perdesaan turun sebanyak 0,98 ribu orang (dari 53,96 ribu orang pada Maret 2015 menjadi 52,18 ribu orang pada Maret 2018).

Masyarakat perdesaan selalu identik dengan pertanian. BPS mencatat penduduk Bangka Belitung paling banyak bekerja di sektor pertanian dan lebih dari 54 persen penduduk di perdesaan mengandalkan sektor pertanian sebagai lapangan pekerjaan utama. Sudah seharusnya pertanian menjadi perhatian utama dalam pembangunan. Dalam hal ini petani sebagai subyek pembangunan harus disejahterakan kehidupannya. Tetapi belum ada satupun program pembangunan yang mampu memberi jaminan kepada mereka yang memilih petani sebagai profesi yang mensejahterakan. Dana desa yang diformulasikan untuk mendukung percepatan pengentasan kemiskinan yang ada di desa belum mampu menyentuh kesejahteraan petani.

Di tengah gelontoran dana desa, ternyata tingkat kesejahteraan petani belum terdongkrak. Nilai Tukar Petani (NTP) sepanjang 2018 berada di bawah 100. Artinya, pendapatan petani tidak cukup untuk menutupi kebutuhan biaya produksi dan konsumsi petani. Bahkan sejak awal tahun 2018, NTP berada di bawah 90 yang diwarnai dengan gejolak harga kebutuhan pokok serta turunnya harga komoditas-komoditas pertanian (karet, lada, sawit) ikut memperburuk usaha pertanian.

Dengan telah disahkannya Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa maka Desa menjadi prioritas pembangunan yang diawali dengan Nawacita ketiga Pemerintahan Presiden Jokowi-JK. Terdapat dua hal menarik terkait dengan pembangunan desa Pertama oleh Kementerian/Lembaga serta berbagai pemangku kepentingan terkait ternyata jumlahnya sangat banyak dan beragam, namun beberapa program belum mampu menjawah atau belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa serta belum mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa). Tidak dapat dipungkiri bahwa desa-desa di Indonesiapun masih banyak yang belum memiliki RPJM Desa dan RKP Desa. Salah satu penyebab ketidaksinkronan pembangunan desa tersebut adalah karena Kementerian/Lembaga dan pemangku kepentingan terkait pembangunan desa tidak memiliki informasi yang memadai terkait kondisi dan kebutuhan desa tersebut.

Kedua, saat ini pembangunan desa yang dilaksanakan belum didasarkan pada suatu acuan baku berupa standar pelayanan minimal desa. Standar Pelayanan Minimal Desa (SPM Desa) merupakan hak masyarakat desa terhadap pelayanan-pelayanan sebagai warga yang harus disediakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, kabupaten/kota, dan pemerintah desa di Desa. Sampai saat ini SPM Desa dengan lingkup nasional masih belum tersedia. Meskipun demikian, sudah sewajarnya apabila pemerintah daerah maupun pemerintah desa menetapkan standar pelayanan minimal desa terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat desanya.

Indeks Pembangunan Desa

Pendataan Potensi Desa (PODES) 2018 telah usai dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Berdasarkan hasil Podes 2018, di Bangka Belitung tercatat 47 kecamatan, 309 desa dan 82 kelurahan. IPD terdiri dari lima (5) dimensi yaitu 1) Pelayanan Dasar, 2) Kondisi Infrastruktur, 3) Aksesibilitas/Transportasi, 4) Pelayanan Umum, dan 5) Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. BPS melakukan penghitungan IPD yang menunjukkan tingkat perkembangan desa dengan kategori tertinggal, berkembang, dan mandiri. IPD adalah indeks komposit yang menggambarkan tingkat kemajuan atau perkembangan desa pada suatu waktu. Semakin tinggi IPD menunjukkan semakin mandiri desa tersebut.

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki nilai rata-rata Indeks Pembangunan Desa sebesar 66,06 (IPD 2014 sebesar 63,92), berada di atas nilai rata-rata IPD nasional. Dengan jumlah desa sebanyak 309 desa, sebanyak 4 desa (1,30%) dalam kategori desa tertinggal, 274 desa (88,67%) dalam kategori desa berkembang dan sisanya sebanyak 31 desa (10,03%) dalam kategori desa mandiri. Berdasarkan nilai rata-rata indeks masing masing dimensi, Bangka Belitung memiliki nilai rata-rata indeks terendah pada dimensi kondisi infrastruktur dengan nilai rata-rata indeks sebesar 55,87. Untuk dimensi pelayanan dasar nilai rata-rata indeks adalah sebesar 58,35 (turun dari kondisi 2014 yang sebesar 60,96), dimensi pelayanan umum sebesar 63,39 dan dimensi penyelenggaraan pemerintahan sebesar 65,76.

Pembangunan Desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan. Indeks Pembangunan Desa (IPD) disusun sebagai upaya mengakomodasi beberapa aspek pemenuhan SPM. IPD merupakan suatu ukuran kemajuan atau perkembangan desa di Indonesia.

Pembangunan desa harus mampu mengaplikasikan kebutuhan petani dan menjual hasil panennya dengan harga yang wajar. Kalau ingin kesejahteraan petani meningkat, pengelolaan pertanian dan pemasaran hasil pertanian semestinya dapat dilakukan dengan baik sehingga mampu memperkuat pertanian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perdesaan.

Continue reading →

Apa Kabar Pembangunan Desa Bangka Belitung?

Pada tahun 2019, menurut keterangan Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, alokasi APBN untuk dana desa di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mencapai 309,8 miliar. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan tahun 2018 sebesar 264,3 miliar. Tentu saja perencanaan, penggunaan dan kemanfaatan dana desa yang selama ini turut menjadi sorotan akan lebih diperhatikan lagi. Terlebih dengan alokasi dana desa yang cukup besar ini. Menurut Kepala Kanwil tersebut, dana desa ini diharapkan bisa betul-betul dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat desa, pemberdayaan masyarakat dan pembangunan infrastruktur. Dana desa sendiri merupakan dana yang dialokasikan APBN berupa transfer langsung dari pemerintah pusat ke pemerintah desa untuk dikelola langsung oleh pemerintah desa. Continue reading →