Nyatanya, hidup atau mati memang adalah sebuah pilihan bagi seorang ibu dalam melahirkan buah hatinya ke dunia, Namun, sangat disayangkan, kasus kematian ibu masih menjadi momok hingga saat ini. Bahkan, kasus kematian ibu di Indonesia meningkat pada tahun 2021. Lantas apakah masih ada peluang untuk memperkecil peluang bertambahnya kasus kematian ibu ke depannya?
Meningkatnya Kasus Kematian Ibu
Angka kematian ibu yang tinggi merupakan permasalahan kesehatan di Indonesia. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, sebanyak 7.389 ibu di Indonesia meninggal pada tahun 2021. Jumlah tersebut meningkat 59,69 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 4.627 orang.
Tingginya jumlah kematian ibu saat melahirkan pada tahun lalu disebabkan oleh tertularnya virus Covid-19 yang mencapai 2.982 jiwa. Terdapat pula 1.320 ibu meninggal karena pendarahan, sebanyak 1.077 meninggal karena hipertensi dalam kehamilan dan sebanyak 335 meninggal karena penyakit jantung. Selain itu, terdapat pula 207 ibu meninggal ketika melahirkan karena infeksi, sebanyak 80 meninggal akibat gangguan metabolik, sebanyak 65 meninggal karena gangguan sisistem peredarah darah, sebanyak 14 meninggal karena abortus, dan terdapat 1.309 ibu meninggal karen lain-lain.
Indonesia saat ini menduduki peringkat ketiga sebagai negara dengan Angka Kematian Ibu (AKI) tertinggi di Kawasan negara ASEAN pada tahun 2021 (World Bank, 2021). Dibanding negara lainnya, Indonesia berada di urutan ketiga negara dengan AKI tertinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya setelah Myanmar dan Laos. Beberapa faktor yang berkontribusi pada tingginya resiko AKI antara lain adalah prevalensi alat kontrasepsi dalam komunitas masyarakat yang masih rendah, jumlah persalinan lebih dari empat kali, kemiskinan, rendahnya populasi atau jumlah rumah sakit, akses ke dukun bersalin tradisional yang lebih tinggi dan sulitnya akses layanan kesehatan, dan jumlah dokter yang bekerja di pusat layanan kesehatan terdekat. Tingginya AKI saat ini merupakan tantangan yang harus dihadapi Indonesia sehingga menjadi salah satu komitmen prioritas nasional, yaitu mengakhiri kematian ibu saat hamil dan melahirkan (Susiana, 2019).
Fakta Angka Kematian Ibu di Indonesia
Angka Kematian Ibu atau AKI merupakan jumlah seluruh kematian selama periode kehamilan, persalinan, atau nifas di setiap 100.000 kasus kelahiran hidup. Namun penyebab kematian tersebut tidak termasuk yang disebabkan oleh kecelakaan atau terjatuh.
Selama puluhan tahun belakangan data AKI menurun dari 390 pada tahun 1991 menjadi 230 pada tahun 2020. Walaupun begitu, penurunan tersebut belum mencapai target Millennium Development Goals (MDGs) dan Sustainability Development Goals (SDGs). Di dalamnya terdapat berbagai point yang telah disepakati oleh para pemimpin dunia untuk menciptakan kehidupan manusia yang lebih baik. Target AKI menurut MDGs yaitu 102, sedangkan SDGs yaitu kurang dari 70. Berdasarkan Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI, proyeksi AKI pada tahun 2030 yaitu sebesar 109-110 jika dilihat dari tren yang diambil dari data sejak tahun 2000. Angka tersebut tentunya belum memenuhi target yang diinginkan. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia memerlukan kebijakan extra-ordinary untuk menekan AKI.
Pendidikan dan Upaya Penurunan AKI
Dalam rangka upaya penurunan AKI, disusun suatu gerakan yang dinamakan Safe Motherhood. Safe motherhood merupakan upaya untuk menyelamatkan wanita agar kehamilan dan persalinannya sehat dan aman, serta melahirkan bayi yang sehat. Salah satu dari empat pilar Safe Motherhood adalah penolong persalinan dengan tenaga kesehatan.
Persalinan yang dilakukan di fasilitas kesehatan nyatanya merupakan determinan yang memengaruhi kematian ibu. Hasil Susenas Maret 2020 menunjukkan bahwa sebanyak 88 dari 100 ibu melahirkan anak lahir hidup dalam dua tahun terakhir dan anak lahir hidup yang terakhir dilahirkan di fasilitas kesehatan (BPS, 2020). Persentase ini menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun 2018 dan 2019.
Pendidikan ternyata turut serta berpengaruh dalam menekan kematian ibu. Pada tahun 2020, persentase ibu dengan latar belakang pendidikan terakhir di atas Sekolah Menengah Atas (SMA) yang melahirkan anak lahir hidup serta ditolong oleh tenaga kesehatan jauh lebih tinggi dibandingkan tamatan SMA ke bawah. Persentase ibu yang melahirkan anak lahir hidup dengan latar belakang pendidikan SMA ke atas berkissar antara 97,72 persen sampai 99,34 persen. Sementara itu, persentase ibu yang melahirkan anak lahir hidup dengan latar belakang pendidikan SMA ke bawah berkisar antara 81,59 sampai 95,32 persen. Hal ini menegaskan bahwa semakin tinggi pendidikan yang ditamatkan oleh seorang ibu, maka semakin tinggi pula ibu yang melahirkan anak lahir hidup serta ditolong oleh tenaga kesehatan (BPS, 2020). Hal ini dikarenakan ibu yang berpendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatannya dan pengambilan keputusan yang terkait kegawatdaruratan kesehatan pun akan lebih cepat (Fibriana, 2007).
Pendidikan tinggi nyatanya juga penting bagi seorang ibu. Semakin tinggi pendidikan yang ditempuh, maka semakin kritis pola pikir yang terbentuk. Pola pikir yang baik akan membuat seorang ibu dapat berpikir kritis terhadap sesuatu dari berbagai sudut pandang, sehingga mampu memutuskan segala sesuatu dengan cepat dan tepat. Oleh karena itu, pentingnya peran ibu sejak dini untuk mengedukasi pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya, terutama anak perempuan yang merupakan cikal bakal seorang ibu masa depan. Mari bersama bantu pemerintah menekan Angka Kematian Ibu, dengan mengedukasi pentingnya pendidikan bagi anak perempuan sejak dini! (*)
Statistisi Ahli Muda
BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung