Mampukah Jakarta Bertransformasi Menjadi Green City?

Sebagai kota metropolitan yang menyandang status “daerah khusus”, sudah selayaknya Jakarta bertransformasi menjadi Green City. Namun, hingga saat ini Jakarta masih diwarnai dengan kepadan penduduk dan kemacetan lalu lintas yang menyebabkan kualitas udara di Jakarta memburuk. Lantas, apakah Jakarta masih berpotensi untuk bertransformasi menjadi Green City?

Kepadatan penduduk dan kemacetan lalu lintas merupakan polemik yang hingga saat ini masih harus dihadapi Jakarta. Kepadatan penduduk Jakarta bertambah lebih dari seribu orang per  kilometer persegi (km2) dalam tiga belas tahun terakhir (BPS, 2022). Menurut data Badan Pusat Statistik, tingkat kepadatan penduduk ibukota masih 14.506 orang per km2 pada 2010. Selanjutnya, angkanya naik menjadi 16.084 per km2 pada 2022. Naiknya kepadatan penduduk Jakarta diiringi dengan kondisi jalanan yang kian macet. Pada tahun 2017 hingga 2021, BPS (2021) mencatat bahwa jumlah kendaraan bermotor di Jakarta konsisten mengalami peningkatan sekitar satu juta unit pertahun dengan pertumbuhan pertahun sebesar 3,67 persen. Berdasarkan laporan TomTom Traffic Index, Jakarta termasuk sepuluh kota besar termacet sedunia pada tahun 2022.

Pada saat terjadi kemacetan lalu lintas, jumlah intensitas kendaraan di jalan meningkat, serta emisi gas buang juga bertambah dan menyebabkan terjadinya pencemaran udara. Pencemaran udara menyebabkan memburuknya kualitas udara di Jakarta saat ini. Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta berada pada angka 129 atau masuk kategori tidak sehat dengan polusi udara PM 2,5 dan nilai konsentrasi 47 mikrogram per meter kubik. BPS (2022) juga mencatat bahwa indeks kualitas udara di Jakarta berfluktuasi dan cenderung menurun. Grafik 1 menunjukkan bahwa indeks kualitas udara pada tahun 2020 mencapai 66,69, menurun sebanyak 12,09 poin dibandingkan tahun 2015 yang mencapai 78,78. Bahkan, indeks kualitas udara DKI Jakarta pada tahun 2020 sekitar 20 poin lebih rendah dibandingkan nasional. Dengan capaian tersebut, tidak mengherankan apabila Jakarta berhasil menduduki posisi kota dengan udara terburuk keenam dan kota paling polutif ketiga di level dunia pada tahun 2023.

Untuk meminimalisir polusi udara yang ditimbulkan oleh kemacetan lalu lintas sebagai langkah transformasi Green City, Pemerintah telah memfasilitasi masyarakat dengan membangun transportasi publik. Saat ini, Pemerintah Pusat telah membangun moda transportasi tanpa masinis yaitu Lintas Rel Terpadu (LRT) Jabodetabek dengan menelan anggaran sebanyak Rp 32,6 triliun. Pemerintah juga telah membangun Moda Raya Terpadu (MRT) Fase dua sebagai salah satu moda transportasi umum. MRT diestimasikan selesai pada 2029 dengan menelan biaya sekitar Rp 25,3 triliun.

Realitanya, untuk mewujudkan kota hijau yang ramah lingkungan, Pemerintah juga memerlukan biaya yang tidak sedikit. Lantas, apakah perekonomian Jakarta mampu mendukung pembangunan tersebut?

Kesiapan Ekonomi Jakarta Mewujudkan Green Cjty

Kuartal pertama 2023, ekonomi Jakarta terus mencatat pertumbuhan positif. Ekonomi Jakarta triwulan 1 2023 tumbuh 4,95 persen (y-on-y). Selanjutnya, pada triwulan 2 2023, pertumbuhan ekonomi Jakarta mencapai 5,13 persen dibandingkan triwulan 2022 (BPS, 2023).

Perekonomian Jakarta yang tumbuh positif nyatanya di-support oleh surplus pembiayaan keuangan. Surplus tersebut berasal dari realisasi pendapatan daerah yang melebihi belanja daerah. Grafik 3 menjelaskan posisi keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) regional DKI Jakarta yang cenderung mengalami surplus setiap tahunnya. Meskipun kinerja APBD membukukan defisit sebesar 130,88 milyar pada 2022, namun kinerja positif APBD tercatat surplus pada tahun 2020 dan 2021. Bahkan, surplus APBD regional Jakarta per September 2023 melejit hingga mencapai Rp 11,67 triliun.

Kondisi perekonomian Jakarta yang terbilang baik merupakan modal awal untuk mewujudkan Green City. Saat ini, Pemerintah telah membangun moda transportasi umum untuk menginisasi pembangunan ramah lingkungan sebagai prasyarat terwujudnya Green City. Namun, untuk mewujudkan Green City, tidak hanya dibutuhkan kesiapan dari sisi ekonomi, tetapi pola tatanan kehidupan masyarakat juga harus bersahabat dengan lingkungan. Untuk mewujudkan keberhasilan pembangunan Green City, diperlukan kesadaran etika masyarakat untuk mengelola lingkungan dengan baik. Setidaknya, masyarakat dapat melakukan langkah sederhana dengan mengubah perilaku ramah lingkungan dalam keseharian. Masyarakat dapat mengambil peran sebagai bagian dari Green Society untuk mewujudkan terciptanya Green City. Hal sederhana yang dapat dilakukan adalah beralih menggunakan moda transportasi umum atau berjalan kaki untuk mengurangi polusi udara dari kendaraan bermotor. Dengan meningkatnya kesadaran berperilaku ramah lingkungan, Jakarta berpeluang untuk dapat bertransformasi menjadi Green City (*).

Optimalisasi Sektor Perdagangan di Jakarta Pascakepindahan Ibu Kota Negara

Pemerintah berencana untuk menggantikan ibukota negara dari Jakarta menjadi Ibukota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur yang diperkuat dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022. Namun, dengan kepindahan ibukota negara menyebabkan belanja pemerintah dan konsumsi rumah tangga di Jakarta menurun. Hal ini berdampak pada menurunnya permintaan terhadap barang dan jasa yang dapat menurunkan perekonomian Jakarta. Oleh karena itu, kontribusi sektor perdagangan sebagai leading sector untuk memperkuat perekonomian Jakarta sangat dibutuhkan. Lantas, mampukah sektor perdangan menopang perekonomian Jakarta usai kepindahan ibukota negara?

Peluang Menurunnya Perekonomian Jakarta Pasca Kepindahan Ibukota Negara

            Institusite for Development of Economic and Finance menilai bahwa rencana pemindahan ibukota negara ke Kalimantan Timur dapat menurunkan perekonomian Jakarta. Pemindahan ibukota yang terjadi akan berdampak khusus terhadap perekonomian Jakarta dan beberapa provinsi di Jawa dan Sumatera yang memiliki keterkaitan ekonomi dalam hal supply barang dan jasa.

Jakarta merupakan daerah khusus dengan pengeluaran terbanyak senasional. BPS (2022) mencatat baik pengeluaran rumah tangga maupun pemerintah keduanya mengalami peningkatan pada tahun 2020-2021. Konsumsi rumah tangga meningkat sebanyak 78.438 ribu rupiah, dari sebelumnya 2,26 juta rupiah pada tahun 2020 menjadi 2,34 juta rupiah pada tahun 2021. Pengeluaran pemerintah juga mengalami peningkatan sebanyak 4.99 triliun rupiah, dari sebelumnya 77,48 triliun rupiah pada tahun 2020 menjadi 82,47 triliun rupiah pada tahun 2021.

Posisi Jakarta sebagai pusat pemerintahan, menjadikannya sebagai tempat terselenggaranya beragam kegiatan instansi pemerintahan. Jakarta menjadi tujuan utama bagi perusahaan, industri dan Lembaga keuangan internasional. Dengan sektor ekonomi yang beragam, termasuk perbankan, perdagangan, manufaktur, pariwisata dan jasa , Jakarta menjadi magnet bagi investasi dan lapangan kerja. Pada tahun 2021, Jakarta berkontribusi sebesar 12,14 persen terhadap investasi nasional. Meskipun, investasi di Jakarta menurun dari 66.217,8 juta US$ pada 2019 menjadi 58.038,8 juta US$ pada 2021, investasi modal asing di provinsi tersebut tetap menempati posisi tertinggi senasional selama periode tersebut (BPS, 2022). Dengan potensi perekonomian sebagai ibukota dan pusat bisnis Indonesia,  perekonomian Jakarta menempati posisi teratas senasional. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang menunjukkan kondisi perekonomian Jakarta cenderung menunjukkan trend yang meningkat pada 2017 hingga 2021. PDRB Jakarta pada 2017 mencapai 1635,36 triliun rupiah meningkat menjadi 1856,30 triliun rupiah pada tahun 2021. PDRB Jakarta selalu menempati posisi tertinggi selama kurun waktu tersebut.

Prestasi perekonomian Jakarta yang sangat baik didukung oleh backgroundnya sebagai ibukota dan pusat bisnis Indonesia. Namun sangat disayangkan, pemindahan ibukota negara dari Jakarta ke Kaliman Timur nantinya akan berdampak terhadap menurunnya perekonomian Jakarta. Oleh karena itu, kontribusi leading sector untuk menopang perekonomian Jakarta pasca kepindahan ibukota negara sangat diperlukan.

Sektor Perdagangan, Leading Sector Perekonomian Jakarta

            Masih terngiang di ingatan, masa Pandemi Covid-19 yang berhasil meluluhlantakkan perekonomian Indonesia. Pandemi yang terjadi pada Maret 2020 menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat. Bahkan, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi hingga minus 0,74 persen pada triwulan I 2021 (BPS, 2021).

Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang ikut terdampak pandemi. Pada triwulan dua 2020, pertumbuhan ekonomi Jakarta turut terkontraksi minus 8,22 persen. Laju pertumbuhan ekonomi Jakarta tersebut tercatat terendah dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Pada saat pandemi tersebut, sektor perdagangan tetap mampu memberikan kontribusi terbesar terhadap perekonomian Jakarta  dengan kontribusi sebesar 16,34 persen (BPS, 2022). Bahkan, sektor perdagangan mampu menyerap tenaga kerja dengan jumlah lebih banyak dibandingkan sektor lainnya saat pandemi. Pada Agustus 2020, distribusi penduduk yang bekerja pada sektor perdagangan meningkat 1,31 persen dibandingkan Agustus 2019 (year on year). Bahkan perubahan sektor perdagangan tersebut merupakan yang terbesar dibandingkan 16 sektor ekonomi lainnya di Jakarta  (BPS, 2022).

Sektor perdagangan nyatanya merupakan pilar perekonomian Jakarta. Sektor perdagangan mampu memberikan kontribusi terbesar terhadap perekonomian Jakarta dari awal pandemi hingga tahun 2023. Pada awal pandemi, sektor perdagangan telah berkontribusi sebesar 16,53 persen terhadap perekonomian Jakarta. Besarnya kontribusi sektor perdagangan lebih besar dibandingkan sektor industri pengolahan, jasa keuangan dan asuransi serta konstruksi yang turut berkontribusi cukup besar terhadap perekonomian Jakarta. Ketiga sektor tersebut hanya memberikan kontribusi sekitar 10-11 persen. Grafik 1 menunjukkan kontribusi sektor perdagangan yang konsisten memberikan kontribusi terbesar terhadap perekonomian Jakarta hingga triwulan II 2023.

Selain menjadi leading sector perekonomian Jakarta, sektor perdagangan juga menyerap tenaga kerja terbanyak di Jakarta. Dari sekian banyaknya lapangan usaha, perdagangan menjadi tumpuan utama pendapatan penduduk Jakarta. Berdasarkan proporsi pekerja menurut lapangan pekerjaan, pekerja di Jakarta paling banyak bekerja di sektor perdagangan dengan persentase sebesar 22,89 persen pada Februari 2023. Sektor perdagangan juga tercatat sebagai sektor dengan proporsi tenaga kerja terbanyak tahun sebelumnya yaitu sebesar 24,16 persen  pada Agustus 2022 (BPS, 2022). Banyaknya tenaga kerja di sektor perdagangan juga tentunya berbanding lurus dengan produksi yang dihasilkan, yang secara tidak langsung menyebabkan perekonomian Jakarta mengalami peningkatan.

Potensi sektor perdagangan dalam menopang perekonomian sejalan dengan keberadaan Jakarta  sebagai pusat perdagangan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pasar rakyat mendominasi pusat perdagangan di Jakarta pada 2020 yaitu sebanyak 208 unit. Bahkan, sebanyak 46 persen pasar rakyat tersebut telah beroperasi lebih dari 30 tahun. Tidak hanya pasar tradisional, puluhan mall dan pusat perdagangan (trade center) juga terhitung banyak dengan jumlah mencapai 96 unit (BPS, 2020).

Sektor perdagangan merupakan pilar perekonomian Jakarta. Namun, dengan adanya kepindahan ibukota negara, perekonomian Jakarta berpotensi menurun. Oleh karena itu, kinerja sektor perdagangan perlu dioptimalkan untuk memperkuat perekonomian Jakarta pasca kepindahan ibukota negara.

Digitalisasi   Sektor Perdagangan, Upaya Untuk Memperkuat Perekonomian Jakarta

Digitalisasi sektor perdagangan  merupakan salah satu upaya untuk memaksimalkan potensi sektor perdagangan dalam memperkuat perekonomian Jakarta. Dengan dibangunnya platform digital, pemasaran barang bisa dikembangkan hingga pasar internasional, termasuk pelaku usaha besar juga dapat membuka gerai di luar negeri. Secara langsung, hal ini akan meningkatkan volume usaha serta   mendatangkan keuntungan  bagi pengusaha. Dengan dipasarkannya produk lokal Jakarta di pasar internasional, dapat menambah jumlah devisa yang dimiki Indonesia dan mengangkat nama ibukota Jakarta di tingkat internasional. Namun, dalam pelaksanaannya, diperlukan dukungan Pemerintah untuk menyosialisasikan dan mendorong program digitalisasi sektor perdagangan, khususnya pasar tradisional yang acapkali belum mengenal istilah “digitalisasi”. Semoga hal ini bisa menjadi langkah awal yang baik untuk memperkuat sektor perdagangan di Jakarta pasca kepindahan ibukota negara nantinya.(*)

diterbitkan di Bangka Pos, 2 Januari 2024 
https://bangka.tribunnews.com/2024/01/02/optimalisasi-sektor-perdagangan-di-jakarta-pascakepindahan-ibu-kota-negara  

ST 2023 , Langkah Awal Mendukung Tata Kelola Pertanian Nasional

Data yang lengkap dan akurat sangat penting bagi keberlanjutan pembangunan, termasuk data pertanian nasional. ST 2023 hadir sebagai solusi menjawab isu ketahanan pangan dan keberlanjutan pangan, di tengah ancaman krisis pangan yang terjadi di Indonesia dan berpeluang besar terjadi di Bangka Belitung. Lantas seberapa pentingkah peran ST 2023 dalam mendukung tata kelola data pertanian nasional?

Indonesia Terancam Krisis Pangan

Dunia saat ini sedang dihadapkan pada ketidakpastian global karena pandemi covid-19 dan perang antara Rusia dan Ukraina yang berujung pada terjadinya krisis pangan. Hal ini diperkuat  oleh pernyataan Presiden Jokowi yang mengungkapkan bahwa terdapat 19.600 orang mati kelaparan setiap hari karena krisis pangan di dunia (Kompas, 2022).

Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) juga memprediksi, pada tahun 2030, jumlah angka kelaparan akan meningkat sebesar 670 juta. Hal ini dipandang menjadi peringatan besar bagi dunia, terutama Indonesia, yang jumlah penduduknya berada di empat besar terbanyak di dunia. Masih tingginya ketergantungan bahan impor pangan Indonesia diprediksi  menjadi salah satu faktor pemicu Indonesia akan menghadapi kondisi rentan rawan pangan.

 

Peluang Bangka Belitung Terdampak Krisis Pangan

Krisis pangan merupakan permasalahan global yang perlu kita perhatikan bersama. Berkaca dengan Indonesia yang mengalami permasalahan krisis pangan, Bangka Belitung juga pernah menduduki posisi kelima dari 12 provinsi dengan indeks kerentanan pangan di bawah rata-rata nasional pada tahun 2018 (Kompas, 2022). Ketersediaan kebutuhan beras yang merupakan makanan pokok masyarakat Bangka Belitung masih tergantung dari ketersediaan beras luar wilayah. Produksi Beras di Bangka Belitung hanya dapat mencukupi 30 persen kebutuhan beras daerah (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, 2022). Hal ini menunjukkan bahwa krisis pangan tidak hanya mengancam Indonesia, tetapi juga Bangka Belitung yang sebelumnya tergolong rentan terhadap permasalahan pangan.

Di lain sisi, kondisi eksisting lahan di Bangka Belitung saat ini sangat mengkhawatirkan. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan tambang, tetapi juga deforestasi yang makin menjadi. Produktivitas masyarakat yang cenderung menurun dalam lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan karena masih terpaku dengan lapangan usaha pertambangan yang saat ini dianggap menjanjikan, berpeluang besar mengancam ketersediaan pangan Bangka Belitung ke depannya

Potensi Sektor Pertanian di Bangka Belitung

Lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan hingga saat ini masih memberikan kontribusi yang besar dalam menopang perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pada triwulan I 2023, lapangan usaha pertanian memberikan kontribusi terbesar kedua terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 19,87 persen. Apabila dibandingkan triwulan I 2022, progress lapangan usaha pertanian mengalami peningkatan sebesar 8,83 persen (BPS, 2023). Sementara itu, dilihat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) TW I 2023 apabila dibandingkan TW I 2022 (year on year), lapangan usaha pertanian masih menjadi sumber pertumbuhan perekonomian Bangka Belitung terbesar yang mencapai 1,63 persen dari 17 lapangan usaha di Bangka Belitung. Hal ini menunjukkan bahwa lapangan usaha pertanian memegang peranan penting terhadap perekonomian Bangka Belitung. Selain berpeluang meningkatkan perekonomian Bangka Belitung dari segi pendapatan dan pertumbuhan ekonomi, tetapi pertanian juga berperan dalam menyediakan bahan pangan serta mewujudkan ketahanan pangan.

Mengingat potensi lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan di Bangka Belitung yang menjanjikan di tengah peluang ancaman krisis pangan, setidaknya diperlukan kebijakan untuk membuat keputusan dan mengevaluasi program yang termasuk dalam pembangunan pertanian di daerah.

 

ST 2023 Menjawab Isu Pertanian Global dan Nasional

Ibarat gayung bersambut, Badan Pusat Statistik pada tahun 2023 akan melaksanaan pendataan Sensus Pertanian atau yang dikenal dengan singkatan ST. ST 2023 tersebut menyediakan data untuk menjawab isu pertanian global dan nasional, di antaranya ketahanan pangan (food security) dan keberlanjutan (sustainability). ST 2023 menyajikan data untuk pembuatan keputusan berbasis bukti (evidence based decision) dalam mengatasi berbagai tantangan global dan nasional.

Berbagai persiapan telah dilaksanakan menyambut perhelatan akbar 10 tahunan tersebut baik di tingkat pusat maupun daerah. Salah satunya adalah Penyediaan Kerangka Induk Wilayah Kerja Statistik (Wilkerstat) yang mutakhir. BPS pada bulan Maret Tahun 2022 ini telah melaksanakan pemutakhiran kerangka induk sebagai dasar perencanaan dalam pelaksanaan ST2023. Kerangka induk yang dibangun tidak hanya pada muatan wilayah kerja statistik (Wilkerstat) saja, tetapi juga terkait penyusunan kerangka geospasial lahan pertanian.

Selanjutnya pada bulan Juni-Juli 2022 di seluruh Indonesia serentak dilaksanakan kegiatan Updating Direktori Perusahaan Pertanian (DPP) dan Direktori Usaha Pertanian Lainnya (DUTL). Tujuan dari Updating DPP dan DUTL adalah untuk memperoleh direktori yang lengkap dan terkini dari perusahaan pertanian dan usaha pertanian lainnya yang akan digunakan sebagai dasar pencacahan lengkap pada tahun 2023. Direktori Perusahaan Pertanian (DPP) adalah Direktori seluruh perusahaan pada subsektor pertanian yang berbadan hukum, baik kantor cabang/tunggal maupun kantor induk/pusat. Direktori Usaha Pertanian Lainnya (DUTL) adalah direktori usaha pertanian lainnya pada subsektor pertanian non rumah tangga dan non perusahaan/tidak berbadan hukum.

Sensus Pertanian 2023 diharapkan menjadi momentum terwujudnya sistem statistik pertanian terpadu yang mendukung perbaikan tata kelola basis data pertanian nasional. Untuk itu, diperlukan dukungan dan kerjasama dari Kementerian/Lembaga/OPD, organisasi yang terkait dengan pertanian dan partisipasi aktif seluruh masyarakat demi terlaksananya ST2023 yang paripurna sehingga menghasilkan data pertanian yang akurat dan bermanfaat, khususnya  untuk kemajuan Provinsi Bangka Belitung. Oleh karena itu, mari bersama sukseskan Sensus Pertanian 2023!

Tiongkok, Kiblat Arus Perdagangan Babel

Pejabat, eksekutif bisnis, dan ekonom Indonesia telah menyatakan keyakinannya bahwa pencabutan PPKM yang digaungkan oleh pemerintah akan meningkatkan perdagangan dan investasi bilateral. Indonesia sendiri acap kali dikaitkan dengan hubungan dagang yang lebih condong ke Tiongkok daripada kea rah Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Tiongkok tetap menjadi mitra terbesar Indonesia untuk kedua ekspor tersebut dan impor, yang masing-masing berjumlah US$53,31 miliar dan $55,90 miliar dalam 10 bulan pertama tahun 2022. Continue reading →