Tidak banyak yang tahu, UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) sebagai badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang mengurusi Bidang Kebudayaan dan Pendidikan menetapkan bahwa setiap tanggal 21 Februari dirayakan sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional. UNESCO mengajak negara-negara di seluruh dunia untuk ikut merayakan hari itu sebagai pengingat bahwa keragaman bahasa dan multilingualisme adalah aspek penting untuk pembangunan.
UNESCO telah merayakan Hari Bahasa Ibu Internasional selama hampir 20 tahun, atau lebih tepatnya sejak tanggal 17 November 1999, hari dimana ditetapkannya tanggal 21 Februari sebagai tonggak pelestarian keanekaragaman bahasa dan promosi pendidikan multibahasa berbasis bahasa ibu. Hal ini memperlihatkan perhatian dunia, bahwa bahasa lebih dari sekedar alat komunikasi, keanekaragaman bahasa mencerminkan kekayaan imajinasi, warisan budaya dan intelektual yang terkandung didalamnya.
Keanekaragaman bahasa di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Indonesia memiliki sekitar 2.500 bahasa atau hampir dua kali lipat dari suku bangsa yang sebanyak 1.340 suku sebagai hasil Sensus Penduduk 2010 (SP2010) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kegiatan Sensus Penduduk merupakan kegiatan statistik dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah dalam hal ini BPS setiap 10 tahun sekali untuk mengumpulkan data dasar kependudukan. Dalam SP2010 salah satu indikator yang ditanyakan adalah bahasa sehari-hari yang digunakan oleh penduduk Indonesia. Bahasa sehari-hari adalah bahasa yang biasa dipakai dalam komunikasi di rumah antara sesama anggota rumahtangga. Bahasa ini tidak selalu didasarkan keturunan, melainkan terbentuk karena proses interaksi sosial. Sebagai contoh, seorang anak keturunan ayah Sumatera dan Ibu Jawa tapi lahir dan besar di Kalimantan maka hampir dipastikan si anak akan menggunakan bahasa yang digunakan oleh teman-teman sebayanya dilingkungan tempat tinggalnya, bukan bahasa dari Sumatera ataupun Jawa. Karena baik si ibu maupun si ayah mungkin tidak saling berkomunikasi dengan bahasa daerah masing-masing karena berbeda asal.
Pada tahun 2010 didapatkan bahwa sebanyak 79,5 persen dari seluruh populasi penduduk yang berusia lebih dari 5 tahun melakukan komunikasi sehari-hari dengan menggunakan bahasa daerah, dan sebesar 19,9 persen menggunakan Bahasa Indonesia, sementara sisanya dengan bahasa asing. Kecenderungan dari Sensus Penduduk sebelumnya (1990), ada peningkatan hampir dua kali lipat terhadap penggunaan Bahasa Indonesia yang sebesar 10,7 persen. Apakah ini berarti pengunaan bahasa daerah semakin berkurang? Bahasa daerah adalah bahasa ibu bagi setiap anak di negeri ini. Bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatunya sesuai dengan amanah Sumpah Pemuda yang digaungkan sejak 28 Oktober 1928. Jadi bahasa daerah sebagai salah satu kekayaan dan warisan budaya bangsa harus tetap dipelihara, dan itu menjadi tugas kita bersama dengan pemerintah selaku pemangku kebijakan.
Bagaimana dengan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung? Dengan populasi penduduk usia lebih dari 5 tahun yang tercacat lebih dari 1 juta jiwa pada 2010, didapatkan bahwa lebih dari 93 persen penduduk menggunakan bahasa daerah dalam keseharian hidup bermasyarakat, hampir 4 persen menggunakan Bahasa Indonesia, dan sisanya menggunakan bahasa asing. Lalu, bagaimana setelah hampir 10 tahun berlalu? Apakah bahasa Continue reading →