Pariwisata Babel Tertatih-tatih Topang Ekonomi

Hamparan kebun kelapa sawit dan cekungan warna-warni bekas tambang seolah menjadi salam pembuka melalui jendela pesawat sesaat akan mendarat di Pulau Bangka ataupun Belitung. Semakin harum namanya dengan menjadi salah satu tuan rumah kegiatan G20 kemarin, salah satu event internasional besar dunia. Apalagi semakin banyaknya tokoh-tokoh nasional yang lahir dari sini sebut saja Yusril Ihza Mahendra, Andrea Hirata , dan Basuki Tjahaya Purnama atau yang lebih dikenal dengan nama “Ahok” menjadikan wisatawan ingin mengenal lebih dalam ada apa sebenarnya di Babel ini. Dengan segenap alasan tersebut tidak salah jika pemerintah mulai berancang-ancang untuk menjadikan pariwisata sebagai tumpuan ekonomi baru di Babel.
Pemerintah melalui Dinas Pariwisatanya telah banyak melakukan inovasi demi menigkatkan gairah wisatawan ke Babel. Tentunya kedatangan para wisatawan diharapkan akan memicu perekonomian Babel yang beberapa tahun belakang tumbuh melambat. Urgensi lain dari pentingnya pariwisata Babel adalah untuk mencari semangat ekonomi baru. Semua telah menyadari bahwa ketergantungan akan limpahan timah yang dahulu terpendam di bumi Babel ini tak lagi dapat diandalkan secara terus menerus. Torium yang konon melimpah di bumi Babel juga belum maksimal tereksploitasi. Sudah menjadi hal yang lumrah bahwa sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui walaupun sebanyak apapun tidak dapat dijadikan penopang ekonomi untuk selamanya.
Sektor pariwisata merupakan sektor yang paling diminati menjadi penopang ekonomi suatu daerah. Hal ini didasari oleh tiga hal utama dari karakteristik sektor pariwisata dalam membangun perekonomian. Pertama, sektor pariwisata memberikan multiplier effect terhadap sektor-sektor lain. Efek yang berlipat-lipat ini dikarenakan kedatangan wisatawan tentu tidak akan sekedar berkunjung ke suatu daerah, namun sudah pasti mereka akan berkuliner,berbelanja barang-barang industri khas daerah terebut, memakai sarana transportasi yang ada di situ dan jika diperlukan mereka akan menginap untuk memuaskan hasrat liburan yang maksimal. Kedua pariwisata membutuhkan modal yang sedikit dalam memicu perekonomian. Artinya dengan modal minimum menghasil ouptu yang maksimum. Penghitungan PDRB didasarkan pada selisih output dengan intermediate consumption (biaya antara) yang digunakan. Dalam kegiatan pariwisata membutuhkan biaya antara yang tidak begitu besar dibandingkan dengan outputnya. Sebut saja wisata alam yang menggunakan sedikit sekali biaya antara (bahan karcis, air bersih, shelter, dsb) dibandingkan dengan output yang diterima (biaya retribusi masuk lokasi wisata). Hal ini karena modal terbesarnya yakni alam telah Tuhan berikan sebagai modal tiada tara untuk daerh terebut. Berbeda dengan kegiatan pertambangan dan industri pengolahan dimana untuk menciptakan sebuah output diperlukan biaya antara yang cukup besar nilainya di periode awal kegiatan seperti infrastruktur dan penelitian. Ketiga, membuka lapangan pekerjaan dengan skill minimum namun dapat menyerap lebih banyak. Hal ini tidak perlu dijelaskan lebih detail karena bukan menjadi rahasia lagi jika dimana ada suatu objek wisata, di daerah situ juga banyak penduduk yang memanfaatkan momen untuk berjualan, membuka lahan parkir, mendirikan losmen hingga hotel, serta menyediakan jasa travel. Dari ketiga faktor inilah yang menjadikan pariwisata memiliki keunggulan dalam membangun semangat ekonomi yang baru.
Dalam System National of Accounts 2008 (SNA08) tidak “tersurat” secara khusus terkait rincian sektor pariwisata dalam klasifikasi lapangan usaha pembentuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Namun ada beberapa sektor yang dapat dilihat menjadi lapis pertama yang akan tumbuh apabila pariwisata tumbuh di daerah tersebut. Sektor-sektor tersebut adalah sektor akomodasi dan penyediaan makanan dan minuman serta sektor transportasi dan pergudangan. Sektor akomodasi dan penyedia makanan dan minuman akan melejit jika banyaknya wisatawan yang datang di daerah tersebut. Sebuah hotel akan laris manis jika banyak wisatawan yang datang ke daerah tersebut. Mereka paling tidak akan menginap dan makan/minum di hotel tersebut. Sementara sektor transportasi dan pergudangan juga berbanding lurus dengan datangnya jumlah wistawan. Bagaimana mungkin mereka akan sampai ke lokasi tujuan dari penginapan jika tidak menyewa jasa kendaraan di wilayah tersebut. Belum lagi jika arus transportasi yang harus menggunakan jalur udara, akan semakin menambah output dari sektor transportasi dan pergudangan ini. Tentu saja, sektor pariwisata menjadi sektor tumpuan idaman bagi hampir seluruh daerah khususnya di Indoensia yang keindahan pariwisatanya beragam dan masih alami.
Peran sektor pariswisata mulai vital dan menjadi prioritas dalam membangun ekonomi regional Babel. Sebagai gambaran awal terkait keadaan perekonomian Babel saat ini, Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulaun Bangka Belitung belum lama ini merilis angka indikator penting seperti jumlah pengunjung hotel bintang, tingkat penghunian kamar hotel, dan rata-rata lama menginap tamu. 41,71 ribu orang menginap di hotel bintang di Babel pada November 2022. Ini secara year-on-year meningkat 0,77 persen dibandingkan tahun 2021 tahun lalu. namun pergerakan ini nampak turun dibandingkan denan Oktober 2022. Pulau Belitung masih menjadi destinasi kunjungan menginap paling favorit di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Hal ini didukung dengan infrastruktur akomodasi penginapan yang melimpah dan terselenggaranya berbagai acara level nasional dan internasional di Pulau Belitung seperti halnya Belitung Trail Running (BTR) 2022 dan tuan rumah Konferensi ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil). Namun tingkat penghunian kamar di Babel masih turun di angka 35,24 persen, artinya turun 0,42 poin. Lagi-lagi rendahnya angka ini belum bisa menasbihkan peran pariwisata dapat menopang ekonomi Babel di masa depan.
Belum tegaknya sektor pariwisata di Babel ini dikarenakan ada beberapa halangan yang menyertai perkembangan pariwisata Babel. Dalam sebuah penelitian yang berjudul Mirroring To The Greek’s Tourism After Economy Crisis: The Effect of Tourism Sector to Bangka Belitung GDRP yang diterbitkan oleh Jurnal Pembangunan Daerah Rural oleh Institut Pertanian Bogor pada Juni 2018, menyatakan adanya ancaman nyata yang mendegradasi indahnya pariwisata di Babel. Ancaman-ancaman ini diantaranya penurunan kualitas lingkungan akibat penambangan timah berlebihan, rusaknya ekosistem laut yang mati pasca penambangan liar dan melemahnya ekonomi global yang dibarengi dengan harga-harga komoditas pokok yang terlampau tinggi di Babel. Ancaman inilah yang membuat wisatawan enggan berwisata ke Babel dan menghabiskan uangnya untuk berlibur di sini. Jaminan akan indahnya panorama alam di Babel masih menjadi tanda tanya apabila penambangan timah masih terus ada dan tidak dibarengi dengan pemberdayaan kembali. Tentu sebagai penduduk Babel, tidak ingin ancaman-ancaman ini menjadi momok yang menakutkan sehingga membuat wisatawan enggan untuk berwisata ke Babel.
Sebenarnya pariwisata Babel saat ini berpengaruh signifikan pada total perekonomian. Pernyataan ini tertuang dalam penelitian yang sama pada paragraf sebelumnya. Dalam ringkasan hasil analisis statistik lanjutan yang menggunakan data BPS, diperoleh bahwa pariwisata memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap perekonomian Babel. Artinya semakin banyak wisatawan yang datang ke Babel semakin tinggi juga perekonomian Babel. Setiap kedatangan satu orang wisatawan saja dapat membawa pengaruh yang signifikan terhadap tumbuhnya perekonomian Babel walupun untuk saat ini nilainya masih kecil. Mari bersama mewujudkan iklim pariwisata yang harum dan mendunia sehingga terlepas secara perlahan dari ketergantungan perekonomian pertambangan. #GreenEconomy

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *