Bangka Belitung bisa jadi merupakan salah satu yang nadi pereonomiannya berdenyut dari pariwisata. Masih ingat dibenak kita bagaimana pandem dan segala pembatasan mobilitasnya memukul perekonomian mereka. Sektor pariwisata di Bumi Serumpun Sebalai terus pulih dari dampak pandemi COVID-19 terlepas dari kemunculan kembali penyakit mulut dan kuku (PMK) di Indonesia. Para wisatawan mancanegara (wisman) mulai kembali datang ke Indonesia khususnya Babel setelah ditangguhkan selama lebih dari dua tahun akibat pandemi virus corona.
Pemerintah Indonesia meraih hasil positif dari optimismenya mengenai target keseluruhan 3,6 juta kunjungan wisman ke negaranya pada tahun 2022 kemarin. Munculnya beberapa kasus isu global seperti perang dagang antara Amerika China, jatuhnya negara-negara seperti Sri Lanka hingga perang antara Ukraina-Rusia sempat memupus opitimisme tersebut. Perlahan namun pasti pariwisata Indonesia mulai kembali ke jalan yang benar.
Sektor pariwisata merupakan sektor yang paling diminati menjadi penopang ekonomi suatu daerah. Hal ini didasari oleh tiga hal utama dari karakteristik sektor pariwisata dalam membangun perekonomian. Pertama, sektor pariwisata memberikan multiplier effect terhadap sektor-sektor lain. Efek yang berlipat-lipat ini dikarenakan kedatangan wisatawan tentu tidak akan sekedar berkunjung ke suatu daerah, namun sudah pasti mereka akan berkuliner,berbelanja barang-barang industri khas daerah terebut, memakai sarana transportasi yang ada di situ dan jika diperlukan mereka akan menginap untuk memuaskan hasrat liburan yang maksimal. Kedua pariwisata membutuhkan modal yang sedikit dalam memicu perekonomian. Artinya dengan modal minimum menghasil ouptu yang maksimum. Penghitungan PDRB didasarkan pada selisih output dengan intermediate consumption (biaya antara) yang digunakan. Dalam kegiatan pariwisata membutuhkan biaya antara yang tidak begitu besar dibandingkan dengan outputnya. Sebut saja wisata alam yang menggunakan sedikit sekali biaya antara (bahan karcis, air bersih, shelter, dsb) dibandingkan dengan output yang diterima (biaya retribusi masuk lokasi wisata). Hal ini karena modal terbesarnya yakni alam telah Tuhan berikan sebagai modal tiada tara untuk daerh terebut. Berbeda dengan kegiatan pertambangan dan industri pengolahan dimana untuk menciptakan sebuah output diperlukan biaya antara yang cukup besar nilainya di periode awal kegiatan seperti infrastruktur dan penelitian. Ketiga, membuka lapangan pekerjaan dengan skill minimum namun dapat menyerap lebih banyak. Hal ini tidak perlu dijelaskan lebih detail karena bukan menjadi rahasia lagi jika dimana ada suatu objek wisata, di daerah situ juga banyak penduduk yang memanfaatkan momen untuk berjualan, membuka lahan parkir, mendirikan losmen hingga hotel, serta menyediakan jasa travel. Dari ketiga faktor inilah yang menjadikan pariwisata memiliki keunggulan dalam membangun semangat ekonomi yang baru.
Dalam System National of Accounts 2008 (SNA08) tidak “tersurat” secara khusus terkait rincian sektor pariwisata dalam klasifikasi lapangan usaha pembentuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Namun ada beberapa sektor yang dapat dilihat menjadi lapis pertama yang akan tumbuh apabila pariwisata tumbuh di daerah tersebut. Sektor-sektor tersebut adalah sektor akomodasi dan penyediaan makanan dan minuman serta sektor transportasi dan pergudangan. Sektor akomodasi dan penyedia makanan dan minuman akan melejit jika banyaknya wisatawan yang datang di daerah tersebut. Sebuah hotel akan laris manis jika banyak wisatawan yang datang ke daerah tersebut. Mereka paling tidak akan menginap dan makan/minum di hotel tersebut. Sementara sektor transportasi dan pergudangan juga berbanding lurus dengan datangnya jumlah wistawan. Bagaimana mungkin mereka akan sampai ke lokasi tujuan dari penginapan jika tidak menyewa jasa kendaraan di wilayah tersebut. Belum lagi jika arus transportasi yang harus menggunakan jalur udara, akan semakin menambah output dari sektor transportasi dan pergudangan ini. Tentu saja, sektor pariwisata menjadi sektor tumpuan idaman bagi hampir seluruh daerah khususnya di Indoensia yang keindahan pariwisatanya beragam dan masih alami.
Peran sektor pariswisata mulai vital dan menjadi prioritas dalam membangun ekonomi regional Babel. Sebagai gambaran awal terkait keadaan perekonomian Babel saat ini, Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulaun Bangka Belitung belum lama ini merilis angka indikator penting seperti jumlah pengunjung hotel bintang, tingkat penghunian kamar hotel, dan rata-rata lama menginap tamu. 41,71 ribu orang menginap di hotel bintang di Babel pada November 2022. Ini secara year-on-year meningkat 0,77 persen dibandingkan tahun 2021 tahun lalu. namun pergerakan ini nampak turun dibandingkan denan Oktober 2022. Pulau Belitung masih menjadi destinasi kunjungan menginap paling favorit di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Hal ini didukung dengan infrastruktur akomodasi penginapan yang melimpah dan terselenggaranya berbagai acara level nasional dan internasional di Pulau Belitung seperti halnya Belitung Trail Running (BTR) 2022 dan tuan rumah Konferensi ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil). Namun tingkat penghunian kamar di Babel masih turun di angka 35,24 persen, artinya turun 0,42 poin. Lagi-lagi rendahnya angka ini belum bisa menasbihkan peran pariwisata dapat menopang ekonomi Babel di masa depan.
Masalah berikutnya adalah pendataan khusus kepada para wisatawan domestic maupun asing yang melakukan kegiatan wisata di Babel. Baik BPS maupun Dinas terkait belum menemukan jalan keluar guna melakukan pencatatan ini. Alasannya mudah, para wisatawan yang cukup mobile membuat pendataan terhadap mereka juga jadi tantangan tersendiri. Berharap pada pencatatan administrasi tiket masuk tidak dapat dijadikan pegangan. Tengok saja objek wisata di daerah kita, apakah telah melakukan sistem ticketing yang bisa diandalkan?. Tantangan ini yang selalu menjadi penghalang dalam penghitungan performa ekonomi di sektor pariwisata Babel. Terus saja begitu, berakhir dalam sebuan kebuntuan, tanpa adanya sebuah pencerahan.
s.bps.go.id/coretanadis