Rokok Penyebab Kemiskinan

Badan Pusat Statistik mengumumkan angka kemiskinan di Indonesia pada kondisi September 2022 mengalami kenaikan dari 26,16 juta jiwa (9,54 persen) pada Maret 2022 menjadi 26,36 juta jiwa (9,57 persen) pada September 2022. Kemiskinan di perkotaan naik dari 7,50 persen menjadi 7,53 persen. Sedangkan kemiskinan di pedesaan juga naik dari 12,29 persen menjadi 12,36 persen. Continue reading →

Waspada Konsumsi “Junk Food”!

Tanggal 25 Januari diperingati sebagai hari gizi nasional. Adanya hari gizi tersebut setidaknya menorehkan pertanyaan “bagaimana perkembangan gizi anak-anak di Indonesia?”. Hal ini patut menjadi pertanyaan mengingat Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah penduduk kurang gizi tertinggi di Kawasan Asia Tenggara. Pada tahun 2019-2021, estimasi rata-rata jumlah penduduk kurang gizi di Indonesia mencapai 17,7 juta orang, jauh meninggalkan negara asia tenggara lainnya dengan rata-rata jumlah penduduk di bawah enam juta orang (Katadata, 2021). Bahkan, berdasarkan survei Studi Status Gizi Indonesia, prevalensi stunting atau gizi buruk di Indonesia saat ini mencapai 24,4 persen. Angka tersebut jauh dari yang ditargetkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 sebesar 14 persen. Hal ini menunjukkan bahwa “gizi buruk” masih menjadi polemik yang melanda anak-anak di Indonesia saat ini.

Berbicara masalah gizi, erat kaitannya dengan asupan makanan sehat. Makanan sehat dan bergizi sangat diperlukan untuk mengoptimalkan  tumbuh kembang anak. Selain itu, asupan makanan sehat juga diperlukan untuk menjaga tubuh dari berbagai penyakit tidak menular, seperti penyakit jantung, diabetes dan kanker. Namun terkadang, orangtua memberikan makanan cepat saji atau yang lebih dikenal dengan istilah “junk food” sebagai alternatif makanan karena alasan kepraktisannya. Padahal, meskipun enak dan nikmat di lidah, mengonsumsi “junk food” terlalu sering dapat membahayakan kesehatan tubuh.

Tidak hanya orang dewasa, anak-anak saat ini kerap memilih untuk mengonsumsi “junk food” dibandingkan alternatif makanan sehat lainnya. Berdasarkan penelitian yang dipimpin oleh Professor Efrat Monsonego-Ornan dan Dr. Janna Zaretsky dalam jurnalnya Bone Research, sebanyak 70 persen dari konsumsi kalori anak-anak dalam penelitian yang dilakukan berasal dari makanan “junk food”. Anak-anak dan remaja di Amerika sejauh ini mengonsumsi “junk food” secara teratur sejauh 50 persen setiap harinya. Kasus ini dijumpai tidak hanya di luar negeri, tetapi juga di Indonesi. Berdasarkan data Kementerian Pertanian Indonesia, “junk food” menyumbang 28 persen dari semua kalori yang dikonsumsi oleh penduduk perkotaan. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk di Indonesia khususnya di perkotaan menyukai “junk food” sebagai makanan alternatif untuk dikonsumsi.

Pada dasarnya “junk food” adalah istilah untuk mendeskripsikan makanan yang kandungan kalori, lemak, gula, garamnya tinggi tetapi kandungan vitamin dan seratnya rendah. Berbicara mengenai “junk food” erat kaitannya dengan jajanan instan yang disukai anak-anak, salah satunya adalah cikingebul atau cikibul. Dengan bentuk makanan berwarna-warni, ciki asap ini mampu menarik perhatian anak-anak dan remaja. Namun, jajanan instan yang ciamik tersebut ternyata tidak sehat dan dapat membahayakan tubuh. Jenis panganan ringan dengan kadar nitrogen cair yang tinggi tersebut terbukti mampu membahayakan nyawa anak-anak. Dikutip dari Serambi News, seorang bocah di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur terbakar karena jajanan viral ini. Bahkan, beberapa waktu lalu jajanan tersebut mampu membuat sejumlah anak sakit dan dilarikan ke rumah sakit hingga kebocoran lambung. Makanan ringan yang diberi nitrogen cair agar mengeluarkan asap tersebut terbukti telah memakan korban yang menghebohkan jagad media sosial. Tak tanggung-tanggung, tubuh mungil korban yang masih anak-anak tersebut tampak dibalut perban mulai dari wajah, leher, dan tangannya.

Selain membahayakan tubuh, “junk food” juga bukan termasuk makanan bergizi yang memicu berbagai penyakit yang dapat membahayakan kesehatan tubuh. Hadirnya “junk food” yang semakin marak saat ini membuat banyak anak di usia remaja sudah terkena obesitas dan diabetes melitus tipe 2. Bahkan sudah banyak anak remaja yang menderita hipertensi. Padahal penyakit tersebut biasanya diderita saat seseorang memasuki usia penuaan (ageing).

Junk food” memang tidak bisa ditoleransi, karena industri akan selalu berinovasi. Oleh karenanya, makanan alami sebisa mungkin harus mulai kembali digalakkan di tingkat rumah tangga, karena kontrol utama dalam pemberian gizi anak berada pada orangtua di rumah. Terlebih dengan adanya kejadian terkait chiki berasap nitrogen (chiki ngebul), yang beberapa waktu lalu membuat sejumlah anak luka-luka bahkan dilarikan ke rumah sakit hingga kebocoran lambung.

Untuk itu, butuh perhatian dari orangtua, masyarakat dan pemerintah agar menjadikan asupan makanan sehat sebagai alarm bagi anak-anaknya. Hal ini penting untuk menjaga asupan keseimbangan gizi sehingga tidak memicu terjadinya kekurangan gizi maupun obesitas. Setidaknya “junk food” tidak menjadi alternatif makanan yang dikonsumsi untuk menghindari dampak negatif yang ditimbulkan dari konsumsi makanan tersebut. Untuk itu, waspadalah dalam mengkonsumsi “junk food”! Mari kita dukung tumbuh kembang anak dengan mengoptimalkan asupan makanan yang sehat dan bergizi!(*)

Fenomena Dibalik Geliat Impor Babel

Berdasarkan rilis Berita Resmi Statistik Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Januri 2022, pada November 2022, impor Bangka Belitung (Babel) melesat drastis mengalami peningkatan 508,69 persen dibandingkan impor Oktober 2022. Apabila dibandingkan kondisi Oktober 2022, pertumbuhan impor Babel mengalami peningkatan hampir dua kali lipat, yang mana pertumbuhan sebelumnya hanya mencapai 265,86 persen. Bahkan, apabila dibandingkan November 2020, pertumbuhan impor Babel melejit  hampir menyentuh angka 1.000 persen. Jauh berbeda dengan kondisi Oktober 2022 apabila dibandingkan dengan kondisi Oktober 2021, pertumbuhannya relatif kecil hanya mencapai 164,83 persen. Merunut perjalannya dari Januari hingga November 2022, pertumbuhan impor pada November 2022 mengalami peningkatan sebesar 109,37 persen. Impor Babel pada November 2022 tersebut memberikan kontribusi sebesar 62,53 persen terhadap peningkatan impor Januari hingga November 2022.  Lantas fenomena apa sebenarnya dibalik melejitnya impor Babel tersebut? Apakah geliat impor tersebut akan berdampak buruk terhadap perekonomian babel?

Impor tidak selalu Berdampak Buruk Terhadap Perekonomian

Dengan adanya impor, memungkinkan suatu wilayah untuk untuk memperoleh bahan baku, barang dan jasa suatu produk yang jumlahnya terbatas atau tidak mampu dipenuhi  dari produksi dalam negeri. Meskipun begitu, impor tidak berdampak buruk terhadap perekonomian.  Adanya impor secara tidak langsung akan mendukung stabilitas keuangan Babel. Stabilitas keuangan dalam hal ini dinilai penting untuk mendukung penyelenggaraan sistem keuangan yang efektif dan efisien agar mampu bertahan terhadap kerentanan internal dan eksternal, sehingga alokasi sumber pendanaan atau pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian suatu wilayah.

Babel termasuk salah satu wilayah Indonesia yang turut melakukan aktivitas ekspor dan impor dari negara lain. Sejauh ini, kondisi neraca perdagangan Babel selalu mengalami surplus dengan nilai ekspor yang lebih besar dibandingkan impor. Perkonomian surplus menunjukkan kelebihan pendapatan yang dapat menstabilkan keadaan perekonomian, mengurangi pengeluaran pemerintah serta dapat mencegah dan mengendalikan inflasi.

 

 

 

Impor Babel didominasi oleh Golongan Barang Mesin/Peralatan Listrik

Pada November 2022, impor Babel melesat drastis meningkat dibandingkan bulan sebelumnya. Bahkan peningkatan juga terjadi apabila dibandingkan kondisi November 2021 (year on year) dan kumulatif dari Januari hingga November 2021 (c to c). Impor Babel pada November 2022 sebesar US$23,67 juta (BPS, 2022). Jumlah impor Babel tersebut delapan kali lipat lebih besar dibandingkan Oktober 2022, yang hanya mencapai US$3,89 juta. Apabila dibandingkan kondisi November 2021, jumlah impor November 2022 hampir 11 kali lipat lebih besar, yang mana impor Babel pada November 2021 hanya mencapai US$2,16 juta. Di lain sisi, apabila dirunut perjalanannya dari Januari 2022, jumlah impor Babel pada Januari hingga November 2022 mencapai US$68,63 juta. Jumlah impor tersebut hampir 2 kali lipat lebih besar dibandingkan kondisi 2021 yang hanya mencapai US$32,78 juta.

Secara keseluruhan, terdapat lima komoditas utama yang berkontribusi terhadap melesatnya impor Babel kondisi Januari hingga November 2022. Komoditas tersebut adalah mesin/peralatan listrik, bahan bakar mineral, mesin-mesin/pesawat mekanik, pupuk serta karet dan barang dari karet. Apabila dirunut dari Januari 2022, komoditas golongan mesin/peralatan listrik memberikan kontribusi terbesar terhadap impor Babel. Capaian impor Babel dari golongan tersebut adalah sebesar US$49,86 juta yang meningkat 150,86 persen dibandingkan kondisi Januari hingga November 2021 (BPS, 2022). Di lain sisi, nilai impor Babel golongan mesin/peralatan listrik tersebut pada November 2022 yang mencapai US$19,13 juta juga meningkat drastis 38.681,98 persen dibandingkan bulan Oktober 2022. Tak tanggung-tanggung, Golongan mesin/peralatan listrik mendominasi 74,51 persen komoditas impor Babel pada Januari-November 2022. Lantas, komoditas apa dari golongan mesin/peralatan listrik yang berkontribusi besar terhadap impor Babel?

 

Komoditas Utama dibalik Besarnya Kontribusi Golongan Mesin/Peralatan Listrik

Peningkatan impor yang mencapai puluhan ribu persen pada November 2022 dibandingkan kondisi satu bulan sebelumnya, memberikan tanda tanya komoditas apa dibalik peningkatan impor tersebut. Komoditas utama yang memberikan kontribusi besar terhadap impor Babel tersebut tak lain adalah kabel serat optik (HS 8544) dengan jumlah impor mencapai mencapai 1518,21 ton dengan nilai impor US$10,28 juta. Jepang menjadi negara utama asal pengimpor komoditas tersebut dengan kontribusi sebesar 99,91 persen, sementara itu sisa barang impor lainnya diperoleh dari United Kingdom.

 

Mengapa Babel harus impor?

Besarnya kebutuhan akan kabel serat optik tidak bisa dipenuhi oleh produksi dalam negeri  sendiri menuntut adanya impor komoditas tersebut dari negara lain. Industri kabel telekomunikasi lokal saat ini memang masih bergantung kepada impor  untuk mendapatkan high density polythylene (HDPE) foam sebagai bahan baku pembuatan kabel serat optik. Meningkatnya permintaan jaringan pita lebar (broad-hand) dan koneksi mesin ke mesin (machine to machine) dari platform internet of things (loT) diyakini mendorong tingginya permintaan kabel serat optik. Kabel serat optik saat ini digunakan untuk  modernisasi jaringan operator telekomunikasi  yang sebagian digunakan untuk sambungan internet. Dalam upaya pemerataan akses listrik di seluruh wilayah Babel yang sebelumnya merupakan program yang dicanangkan Gubernur Erzaldi Rosman dalam prioritas pembangunan, dilakukan pembangunan interkoneksi Sumatera-Bangka melalui kabel bawah laut sepanjang 36 kilometer (km) yang terbentang dari Landing Point Tanjung Carat, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan menuju Landing Point Muntok, Kabupaten Bangka Barat. Hal ini menyebabkan besarnya kebutuhan akan kabel serat optik tersebut.

Sejatinya, impor bermanfaat bagi Babel untuk mencukupi kebutuhan komoditas yang tidak mampu dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Disamping itu, adanya impor juga mendukung stabilitas keuangan Babel. Selagi neraca perdagangan masih menunjukkan kondisi surplus, adanya impor merupakan hal wajar yang menguntungkan bagi perekonomian Babel.(*)

Ironi Rendahnya APK Perguruan Tinggi

Angka Partisipasi Kasar (APK) atau Gross Enrollment Ratio (GER) merupakan parameter yang lazim digunakan secara universal di seluruh dunia untuk menghitung persentase jumlah penduduk di suatu negara yang melanjutkan pendidikan dari suatu jenjang pendidikan tertentu, termasuk jenjang perguruan tinggi. Sebagaimana negara-negara maju, maka kemajuan perguruan tingginya juga dikaitkan dengan seberapa besar APK-PT di negara tersebut. Dengan demikian, persentase APK-PT dapat digunakan sebagai penentu tingkat kualitas layanan pembelajaran dan kemahasiswaan perguruan tinggi di suatu negara. Semakin tinggi komitmen negara dan masyarakat dalam penyediaan akses perguruan tinggi, semakin tinggi pula APK-PT suatu wilayah/negara. Continue reading →