Pangan merupakan kebutuhan utama dalam hidup kita. Meski tubuh masih bisa menahan tanpa makan dengan hanya minum air selama berhari-hari, tetapi itu tak akan baik karena tubuh tak hanya membutuhkan air. Alkisah ada seorang ibu yang memasak batu untuk anaknya. Ibu janda yang tak punya bahan pangan apapun untuk anaknya ini sudah berusaha tetapi belum ada rezeki yang datang. Memang saat itu, kondisi di wilayah tersebut sedang paceklik. Si Ibu “menipu” anaknya dengan harapan mereka tertidur saat menunggu masak, tetapi ternyata tidak, rasa lapar itu membuat anaknya terus menangis. Hingga datanglah pemimpin mereka yang sedang berkeliling memeriksa kondisi penduduknya. Didapati sang ibu yang memasak batu, rasa bersalah pun muncul dan dengan sigap pemimpin saat itu langsung membawa pangan untuk dimasak dan dimakan si ibu serta anak-anaknya. Kemudian sang pemimpin memastikan seluruh penduduknya tak ada yang kelaparan.
Kisah tersebut adalah kisah yang terjadi saat kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab. Kisah terkenal yang terjadi ribuan tahun yang lalu ternyata masih terjadi dalam rentang 10 tahun terakhir di Indonesia. Kejadian yang terjadi di Cianjur pada tahun 2015 lalu terjadi sama persis dengan kisah di atas dimana sang ibu mengelabui anaknya dengan memasak batu. Ketika berita ini mencuat, bantuan pun langsung datang dari berbagai pihak untuk membantu penghidupan keluarga tersebut.
Kejadian ini memberikan pelajaran kepada kita semua untuk peduli dengan lingkungan sekitar. Sesuai tema yang diusung Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) pada World Food Day atau Hari Pangan Sedunia 2022 yang diperingati setiap 16 Oktober yaitu “Leave NO ONE behind‘ atau artinya ‘Tidak Meninggalkan SIAPA PUN di belakang’. Bentuk pelaksanaan dari tema ini yakni melalui produksi pangan yang lebih baik, nutrisi yang lebih baik, lingkungan yang lebih baik, dan kehidupan yang lebih baik. Tema Hari Pangan Sedunia 2022 menyerukan solidaritas global untuk mengubah sistem agrifood yang mendorong upaya pertumbuhan ekonomi inklusif, mengatasi ketidaksetaraan yang ada, meningkatkan ketahanan, dan mencapai pembangunan berkelanjutan.
Pangan utama di Indonesia adalah nasi yang berasal dari beras. ‘Rasanya belum makan jika tidak makan nasi’ menjadi ungkapan yang sangat sering terdengar. Rilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada 17 Oktober lalu, produksi beras tahun 2022 diperkirakan mencapai 32,07 juta ton beras dengan angka bulan September-Desember masih angka sementara. Produksi beras meningkat 0,72 juta jika dibandingkan dengan tahun 2021. Dengan hasil panen produksi beras yang mencapai 32,07 juta ton, maka diperkirakan memberi surplus 1,77 juta ton dibandingkan dengan perkiraan kebutuhan konsumsi beras setahun yang sebesar 30,3 juta ton.
Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan pangan utama di Indonesia terpenuhi tanpa harus impor dari luar. Kemampuan Indonesia memenuhi kebutuhan beras ini juga diapresiasi oleh International Rice Research Institute (IRRI) dengan memberikan penghargaan ketahanan pangan khususnya swasembada pangan karena Indonesia sudah tiga tahun berturut-turut tidak impor beras. Namun, kita tidak dapat berpuas diri dengan penghargaan tersebut.
Yang paling penting dan utama adalah masyarakat dapat menikmati pangan yang ada dan tersedia di muka bumi Indonesia. Kondisi yang sedang ‘tidak baik-baik’ saja saat ini karena ketidakpastian global, inflasi, dan yang lainnya membuat masyarakat semakin terseok-seok untuk memenuhi kebutuhan utamanya masyarakat menengah ke bawah.
Pemimpin berusaha mengambil langkah terbaik untuk menyejahterahkan rakyatnya. Masyarakat harus hidup dengan solidaritas, peduli akan lingkungan sekitar, tidak tutup mata dengan kondisi orang-orang yang kekurangan. “Leave NO ONE behind‘ jangan biarkan orang disekitar kita ada yang tidak bisa makan, jangan biarkan dilingkungan kita ada yang kelaparan. Bersama kita saling menguatkan ketahanan pangan dengan lebih peduli dan berbagi. Selamat Hari Pangan Sedunia.

Statistisi Ahli Muda
BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung