Sektor pariwisata digadang menjadi andalan perekonomian nasional. Namun, sangat disayangkan pandemi menyebabkan sektor pariwisata terpuruk. Setelah hampir dua tahun bertahan dengan adanya pembatasan aktivitas karena pandemi, sektor pariwisata berhasil menghirup angin segar. Hal ini terbukti dengan digelarnya kongres halal internasional pada tanggal 14-18 Juni 2022 di Bangka Belitung. Lantas, akankah pelaksanaan kongres tersebut menjadi sinyal untuk memperkuat pariwisata ramah muslim di Indonesia yang sebelumnya sempat melesu karena terdampak pandemi?
Sektor pariwisata dewasa ini telah menjadi andalan perekonomian nasional. Hal ini salah satunya terlihat dari jumlah devisa sektor pariwisata yang meningkat dari 10,761 miliar US$ pada tahun 2015 menjadi 16,426 miliar US$ pada tahun 2018 (BPS, 2018). Devisa pariwisata yang meningkat tentunya akan menambah pendapatan Indonesia. Hal ini dibuktikan oleh kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian nasional yang terus menanjak setiap tahunnya sejak 2013-2019. Pada tahun 2019, kontribusi sektor pariwisata terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 4,8 persen. Nilai tersebut meningkat 0,30 poin dibandingkan tahun sebelumnya (BPS, 2019).
Sektor pariwisata Indonesia terutama pariwisata ramah muslim menyimpan segudang prestasi. Pada tahun 2015, Indonesia berhasil meraih penghargaan sebagai destinasi halal dunia dalam acara World Halal Travel Award pada tahun 2015, dimana Lombok meraih World Best Halal Destination dan World Best Halal Honeymoon Destination, serta Hotel Sofyan dinobatkan sebagai World Best Halal Hotel. Prestasi tersebut tentunya secara tidak langsung berdampak pada peningkatan daya saing pariwisata ramah muslim Indonesia. Tidak hanya itu, pencapaian Indonesia tersebut meraih dua belas nomor winner sebagai destinasi halal dunia pada tahun 2016, yang menyebabkan peningkatan daya saing pariwisata ramah muslim Indonesia. Terakhir, pada tahun 2019, Indonesia memperoleh rangking pertama pada GTMI (Global Muslim Travel Index) report sebagai destinasi pariwisata ramah muslim di dunia (Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah, 2020).
Mengingat segudang prestasi sektor pariwisata terutama pariwisata ramah muslim dalam mendorong kemajuan perekonomian nasional, pengembangan pariwisata ramah muslim perlu lebih dioptimalkan. Strategi ini sangat cocok dikembangkan di Indonesia yang memiliki populasi muslim terbesar di dunia. Dengan dikembangkannya destinasi wisata ramah muslim, wisatawan muslim bisa bisa berwisata dengan santai serta bisa beribadah sesuai agama dan kepercayaannya karena ditunjang fasilitas wisata yang lengkap seperti tempat ibadah, arah kiblat, tempat berwudhu, makanan halal, dll.
Sebagai upaya meningkatkan peran pembangunan pariwisata daerah, pengembangan pariwisata ramah muslim menjadi salah satu motor penggerak yang sangat penting. Kementerian Pariwisata telah menetapkan beberapa destinasi pariwisata ramah muslim unggulan sebagai upaya inisiasi pengembangan pariwisata ramah muslim. Selain itu, sejak tahun 2018 telah dilakukan penelaahan kesiapan pengembangannya dengan menggunakan indikator kemajuan daerah dalam mengembangkan pariwisata ramah muslim.
Namun, sayangnya awal mula pandemi covid-19 pada Maret 2020 menyebabkan sektor pariwisata mengalami pukulan telak yang salah satunya terlihat dari penurunan drastis jumlah kunjungan wisatawan. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia pada April 2020 mengalami penurunan sebesar 66,02 persen dibandingkan Maret 2020. Apabila dibandingkan April 2019, terjadi penurunan sebesar 87,44 persen. Secara kumulatif, dari bulan Januari hingga April 2020, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia mencapai 2,77 juta kunjungan atau turun 45,01 persen dibandingkan dengan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada periode yang sama tahun 2019 yang berjumlah 5,03 juta kunjungan (BPS, 2020).
Terpuruknya sektor pariwisata karena pandemi covid-19 terjadi hingga April 2021 yang ditunjukkan oleh penurunan jumlah wisatawan sebesar 20,33 persen dibandingkan April 2020. Jumlah kunjungan wisatawan pada April 2021 tercatat sebesar 127,51 ribu kunjungan, menurunan sebesar 20,33 persen dibandingkan April 2020 yang tercatat sebesar 160,04 ribu kunjungan (BPS, 2020). Selanjutnya, pada tahun 2022, sektor pariwisata seolah memperoleh angin segar. Sektor pariwisata dapat pulih kembali seperti pada masa sebelum pandemi covid-19 karena adanya pelonggaran physical distancing dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Hal ini salah satunya terlihat dari peningkatan jumlah kunjungan wisatawan yang tercatat sebesar 111,11 ribu kunjungan dan mengalami peningkatan sebesar 499,01 persen dibandingkan April 2021 (BPS, 2021). Selain itu, pada tahun ini, pemerintah sudah memperbolehkan digelarnya berbagai acara besar yang dihadiri banyak orang salah satunya adalah kongres halal yang dilaksanakan beberapa hari sebelumnya. Kongres ini seolah menjadi sinyal untuk memperkuat pariwisata Indonesia yang telah bangkit kembali setelah sebelumnya sempat terpuruk karena pandemi covid-19, salah satunya adalah sektor pariwisata ramah muslim.
Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk memperkuat destinasi pariwisata ramah muslim di Indonesia adalah dengan meningkatkan fasilitas layanan seperti konektivitas wifi di area publik seperti bandara, mal dan hotel. Selain itu, iklim usaha kondusif yang diciptakan oleh pelaku usaha tentunya sangat mendukung startup usaha di bidang pariwisata. Hal ini akan menciptakan inovasi layanan terkait produk dan jasa halal untuk semakin berkembang. Tidak hanya itu, dibutuhkan juga peningkatan fasilitas layanan lainnya seperti peningkatan dan perbaikan untuk masjid dan mushola di ruang publik, inovasi produk dan atraksi pariwisata yang bersifat kultural, budaya, kuliner halal, dsb. Hal ini diperlukan untuk menarik minat wisatawan muslim untuk mengunjungi destinasi wisata ramah muslim. Semoga, dengan adanya strategi tersebut, ke depannya Indonesia dapat menjadi destinasi pariwisata ramah muslim utama yang “mendunia.”(*)
Statistisi Ahli Muda
BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung