Euforia Berlebihan Memang Tidak Baik

Euforia adalah keadaan mental dan emosional yang membuat seseorang sangat bahagia, bersemangat, dan percaya diri. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan euforia sebagai  perasaan nyaman atau perasaan gembira yang berlebihan. Perasaan bahagia yang intens ini lebih dari yang biasanya dirasakan dan terjadi karena ada yang pemicunya. Seperti halnya saat mendengar bahwa masyarakat diperkenankan untuk benar-benar melepas masker di daerah terbuka. Benar memang, Presiden Jokowi memutuskan untuk melonggarkan kebijakan penggunaan masker di luar ruangan. Hal ini disampaikan beliau sepekan lalu dengan mempertimbangkan berbagai macam aspek. Melihat performa ekonomi Indonesia yang mulai membaik setidaknya dalam beberapa triwulan terakhir merupakan salah satunya.

Ekonomi Indonesia benar-benar sudah membaik, bahkan meroket di angka prediksi optimis. Pola perekonomian Indoensia saat ini mirip periode akhir tahun 2019, dimana belum santer terdengar wabah Covid-19 ke nusantara. Pada awal Mei lalu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia, Margo Yuwono menyebutkan bahwa secara y-on-y laju pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,01 persen. Angka ini tidak jauh dari prediksi Sri Mulyani dengan optimisme laju petumbuhan hingga 5,2 persen pada 14 April kemarin. Bolehkah kita say good bye pada pandemi ?

Berpisah tentu saja tidak, namun hidup berdampingan masih sangat memungkinkan. Optimis yakin bahwa Indonesia berada dalam fase endemi adalah keniscayaan. Merujuk pada angka pertumbuhan ekonomi secara y-on-y, laju pertumbuhan triwulan I 2022 layaknya performa pada tahun 2019 silam. Pada tahun tersebut pertumbuhan ekonomi triwulan I mencapai 5,06 pesen. Barulah pada 2020 dan 2021, ekonomi Indonesia terhempas oleh badai Covid-19. Tercatat masing-masing hanya tumbuh 2,97 persen di tahun 2020 dan di tahun berikutnya justru terkontraksi sedalam 0,70 persen.

Kabar perihal titik balik pandemi menjadi endemi sebelumnya telah digaungkan oleh Menko PMK RI Muhadjir Effendy. Beliau melontarkan komentar bahwa momen lebaran merupakan masa transisi dari pandemi menuju endemi karena terbukanya sejumlah fasilitas umum. Dengan terbukanya fasilitas umum ini menjadi katalis percepatan masa transisi. Setali tiga uang, pelonggaran yang terjadi saat ini juga dijadikan indikasi transisi ke masa endemi oleh Kementrian Kesehatan. Tidak bermutasinya virus dan pencegahan yang dirasa sudah cukup baik, dirasa sudah cukup untuk memulai hidup berdampingan dengan virus ini. Terlebih cakupan vaksinasi lengkap dan booster yang menunjukkan pola meningkat bisa jadi tambahan alasan kita benar-benar lepas dari pandemi.

Dalam cakupan yang lebih kecil saja seperti halnya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (read : Babel) juga mulai merasakan dampaknya secara perlahan. Berdasarakan berita resmi statistik, sektor-sektor yang membutuhkan mobilitas tinggi seperti halnya transportasi dan pariwista merasakan dampak yang signifikan akan rentetan pelonggaran aturan yang ditetapkan pemerintah.

Sebut saja dari sektor transportasi dimana pada Maret 2022, penumpang angkutan udara yang berangkat tercatat naik 17,99 persen dan yang datang juga melejit ke level 38,25 persen. Dari mereka yang datang, 47,82 ribu penumpang mendarat di Bandara Depati Amir dan 19,50 ribu penumpang mendarat di Bandara H.A.A. Hanandjoeddin. Bahkan arus bongkar muat barang di pelabuhan-pelabuhan Babel juga naik hampir 50 persen dibandingkan periode sebelumnya. Arus mobilisasi masyarakat dan barang terpantau ramai lancar.

Sektor pariwisata apalagi, sektor yang dibilang sebagai andalan Babel ini seolah kejatuhan durian runtuh pada Maret 2022. Tamu asing yang berkunjung ke hotel bintang naik 3 kali lipat dibandingkan Februari 2022. Tingkat penghunian kamar hotel juga melejit dari sebelumnya hanya 25,90 persen menjadi 34,12 persen. Total tamu yang menignap juga naik 38,19 persen dari semula 26.509 pengunjung pada Februari menjadi 36.632 pada bulan berikutnya.

Dengan statistik ini tentu menjadi kabar baik. Namun kabar baik ini tidak boleh dibarengi dengan euforia yang berlebihan. Karena sejatinya yang berlebihan itu memang tidak baik. Dikarenakan pelonggaran ini, tentu sikap kita harus kooperatif dan tidak memaksa kepada mereka yang telah nyaman memakai masker untuk melepasnya atau jsutru meledeknya. Seperti halnya di Korea Selatan, mereka lebih memilih untuk tetap memakai masker walaupun pelonggaran aturan telah dicabut. Mereka berpendapat bahwa kebiasaan ini baik bagi kesehatan dan mendukung penampilan mereka. Tetap waspada dan hati-hati dalam melakukan interaksi seperti di Korea Selatan adalah jalan terbaik dalam meluapkan rasa kebahagiaan adanya pelonggaran ini. Jangan sampai euforia berlebih malah menyesatkan hingga kita harus berhadapan dengan Covid-19 layaknya sekarang di Korea Utara. Saat ini negara tersebut sedang berjibaku dengan varian Omicron BA.2 yang membuat lonjakan 1,7 juta kasus hanya dalam sepekan. Hal ini diperparah karena cakupan vaksinasi yang masih rendah dan kualitas kesehatan yang kurang baik dibandingkan negara-negara di sekitarnya.

Dengan indikasi-indikasi ini, mari tetap berhati-hati dan selalu kenakan masker jika Anda merasa lebih aman dan nyaman saat menggunakannya. Tidak perlu merasa sungkan untuk menegur mereka yang masih abai saat berada di lingkungan tertutup bersama dengan kita.  Perlu diingat bahwa sekali lagi euforia berlebihan itu tidak baik, biasa-biasa saja, karena ancaman bisa jadi datang kapan saja dan dari siapa saja. Entah dari yang nampak maupun yang tidak kasat mata.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *