Tradisi Kenaikan Harga Saat Ramadhan

Puasa menjadi momen masyarakat dalam meningkatkan kebutuhan makan dan minumnya. Tidak hanya nasi, lauk pauk, sayuran dan buah-buahan, makanan pelengkap seperti kue, kolak pisang, dan sop buah juga dibutuhkan sebagai pelengkap saat berbuka puasa. Hal ini dikawatirkan akan memicu timbulnya inflasi, terlebih dengan stock barang yang tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan masyarakat yang meningkat selama Ramadhan. Lantas, apakah ada peluang tradisi kenaikan harga saat Ramadan tidak kembali terulang pada tahun berikutnya?

Hampir semua negara pasti memiliki perayaan hari raya keagamaan yang juga menjadi pola musiman setiap tahun, termasuk Indonesia. Lebaran atau Hari Raya merupakan salah satu perayaan hari raya keagamaan yang diperingati oleh penduduk muslim atau beragama islam. Hal ini wajar mengingat mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), jumlah penduduk muslim di Indonesia sebanyak 237,53 juta jiwa per 31 Desember 2021. Jumlah itu setara dengan 86,9 persen dari populasi tanah air yang mencapai 273,32 juta orang.

Saat ini, Indonesia sedang menghadapi momen Ramadhan yang selalu ditandai dengan kenaikan berbagai harga barang pokok. Kenaikan harga yang terjadi terkadang menjadi sebuah tren lonjakan harga pada beberapa komoditi pokok yang merupakan kelompok makanan, minuman dan tembakau seperti daging sapi, daging ayam, jenis telur, sayur mayur, cabai, bawang merah, bawang putih serta beberapa komoditi lainnya. Hal ini dikhawatirkan akan memicu timbulnya inflasi.

Pada bulan Ramadhan tahun sebelumnya, april hingga mei 2021, kelompok pengeluaran makanan, minuman dan tembakau mengalami lonjakan harga cukup tajam. Pada April 2021, kelompok pengeluaran tersebut mengalami inflasi sebesar 0,20 persen; yang meningkat menjadi 0,38 persen pada Mei 2021. Komoditas kelompok pengeluaran makanan, minuman dan tembakau yang mengalami kenaikan harga pada kedua bulan tersebut diantaranya adalah daging ayam ras. Dalam hal ini, daging ayam ras memberikan kontribusi terbesar terhadap kenaikan harga pada kedua bulan tersebut yang berkisar antara 0,04 hingga 0,06 persen (BPS, 2021).

Saat ini, Indonesia baru melaksanakan seperempat Ramadhan, sekitar 4 minggu lagi kita akan menyambut lebaran Idul Fitri. Namun, bagaimana dengan perkembangan harga komoditas pokok saat ini? Apakah stabil atau sudah melonjak tinggi?

Satu bulan sebelum Ramadhan, Maret 2022, komoditas yang termasuk dalam kelompok makanan, minuman dan tembakau mengalami inflasi sebesar 1,47 persen, padahal bulan sebelumnya terjadi deflasi pada kelompok pengeluaran tersebut sebesar 0,84 persen. Cabai merah, minyak goreng dan telur ayam ras merupakan tiga komoditas yang memberikan kontribusi terbesar terhadap inflasi kelompok makanan, minuman dan tembakau pada Maret 2022, yang berkisar antara 0,03 hingga 0,1 persen (BPS, 2022).

Memasuki awal Ramadhan, berdasarkan catatan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), cabai-cabaian merupakan komoditas yang kenaikan harganya paling mencolok. Kenaikan harga komoditas cabai didominasi oleh cabai rawit merah, yang harganya meroket naik sebanyak Rp 14.650 menjadi Rp 78.550/kg dibandingkan 1 minggu sebelumnya. Tidak hanya cabai, kenaikan harga juga terjadi pada komoditas lainnya diantaranya daging ayam dan telur ayam ras. Per 4 April 2022, harga rata rata daging ayam ras di pasar tradisional adalah Rp 37.700/kg, naik sebanyak Rp 100 dibandingkan 1 minggu sebelumnya. Sedangkan harga telur ayam ras adalah Rp 27.250/kg, bertambah sebanyak Rp 1.550 dibandingkan 1 minggu sebelumnya.

Tidak dapat dipungkiri, harga komoditas pokok mengalami lonjakan yang cukup tinggi saat Ramadhan. Kenaikan harga barang ketika bulan Ramadhan ini terjadi karena meningkatnya kebutuhan akan makanan dan minuman yang tidak diimbangi kenaikan jumlah pasokan yang disediakan. Secara hukum ekonomi, ketika permintaan yang dibutuhkan rumah tangga (masyarakat) melebihi penawaran, maka harga keseimbangan di pasar akan naik di atas harga biasanya.

Jika kita kembali ke hukum ekonomi yang menyatakan harga akan naik ketika permintaan (kebutuhan masyarakat) lebih tinggi daripada penawaran. Maka ada dua peran penting di sini, yaitu peran masyarakat dari sisi permintaan dan peran pemerintah dari sisi penawaran. Dari sisi penawaran, selain menjaga kelancaran distribusi barang, setidaknya Pemerintah memiliki cadangan yang cukup agar tidak memberi ruang bagi pemegang dominasi pasokan untuk mempermainkan harga. Sementara itu, dari sisi permintaan, masyarakat sebaiknya harus lebih cerdas dan bijaksana dalam mengontrol kebutuhan saat bulan Ramadhan. Setidaknya, masyarakat berpikir cerdas untuk memasak atau membeli makanan secukupnya, dan tidak menjadikan puasa di bulan Ramadhan sebagai momen untuk bermewah-mewahan saat makan dan minum.

Jumlah permintaan akan kebutuhan pokok pasti akan mengalami peningkatan ketika bulan Ramadhan, mengingat jumlah umat Muslim yang sangat banyak di Indonesia. Namun dengan mengontrol kebutuhan akan sangat membantu untuk menekan peningkatan angka permintaan di pasar. Dengan demikian, permintaan akan bahan pokok meningkat, namun peningkatannya tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan hari-hari biasa.

Tentu hal ini juga harus diimbangi dengan peningkatan jumlah pasokan bahan pokok makanan oleh pemerintah yang bekerja sama dengan pemasok bahan pokok. Dengan demikian, angka penawaran di pasar dapat menyeimbangi angka permintaan dan untuk menyeimbangi peningkatan angka permintaan tersebut tidak dibutuhkan peningkatan penawaran yang terlalu besar karena permintaan yang telah terkontrol oleh masyarakat. Harapannya, masyarakat dan pemerintah dapat bekerja sama untuk menanggulangi fenomena kenaikan harga saat ramadhan, sehingga fenomena ini tidak menjadi tradisi berulang setiap tahunnya(*).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *