Dewasa ini, kasus korupsi seringkali dijumpai di Indonesia. Pada tahun 2004 hingga Mei 2021, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tercatat telah menangani hampir seribu kasus tindak pidana korupsi, yang didominasi oleh penyuapan sebanyak 775 kasus (KPK, Oktober 2021).
Seperti kita ketahui, sosok Nur Afifah Balqis saat ini sedang menjadi sorotan. Namanya dikenal luas setelah ditetapkan sebagai tersangka Koperasi Pemberantasan Korupsi (KPK). Nurafifah terlibat kasus dugaan suap yang melibatkan Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, Abdul Gafur Mas’ud. Nurafifah terkenal sebagai pelaku korupsi dengan usia 24 tahun yang terbilang masih muda. Miris namun nyata, korupsi sekarang telah menghantui generasi muda. Lantas apakah ada peluang generasi muda untuk melakukan tindak pidana korupsi?
Sejauh ini, Badan Pusat Statistik telah menghasilkan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) untuk mengukur perilaku anti korupsi masyarakat melalui dimensi persepsi dan pengalaman. Indeks tersebut dihasilkan berdasarkan Survei Perilaku Anti Korupsi yang dilaksanakan setiap tahun. Nilai IPAK mengukur tingkat permisifitas masyarakat terhadap perilaku anti korupsi dan mencakup tiga fenomena utama korupsi, yaitu penyuapan (bribery), pemerasan (extortion),dan nepotisme (nepotism). Nilai IPAK berkisar pada skala 0 sampai 5. Semakin mendekati 5 berarti semakin baik yang menunjukkan masyarakat berperilaku semakin anti korupsi.
IPAK disusun berdasarkan dua dimensi, yaitu dimensi persepsi dan dimensi pengalaman. Dimensi persepsi berupa penilaian atau pendapat terhadap kebiasaan perilaku anti korupsi di masyarakat. Sementara itu, dimensi pengalaman berupa pengalaman anti korupsi yang terjadi di masyarakat.
Pada tahun 2018 hingga 2021, IPAK terus berfluktuasi. Pada tahun 2012, IPAK sebesar 3,55 dan meningkat di tahun 2013 menjadi 3,63. Akan tetapi, IPAK terus turun hingga tahun 2015 dan mencapai skor 3,59. IPAK kembali meningkat di tahun 2017 menjadi 3,71. Tahun 2018 IPAK mengalami penurunan (3,66), tetapi pada tahun 2019 (3,70) mulai kembali mengalami peningkatan hingga pada tahun 2020 angka IPAK menjadi 3,84. Selanjutnya, pada tahun 2021, angka IPAK meningkat hingga menjadi 3,88. Meskipun terjadi fluktuasi, namun terlihat adanya peningkatan Indeks Persepsi pada tahun 2021. Hal ini menunjukkan meningkatnya pemahaman dan penilaian masyarakat terkait perilaku anti korupsi. Pada tahun 2021, nilai Indeks Persepsi sebesar 3,83 meningkat sebesar 0,15 poin dibandingkan tahun 2020 (3,68). Sebaliknya, Indeks Pengalaman tahun 2021 (3,90) turun sedikit sebesar 0,01 poin dibanding tahun 2020 (3,91). Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya persepsi anti korupsi masyarakat terhadap perilaku tertentu (BPS, 2021).
Dari tahun 2012 hingga tahun 2021, penduduk berumur 60 tahun atau lebih merupakan yang paling permisif dibanding kelompok umur lainnya. Hal ini terlihat dari nilai IPAK pada kelompok umur ini yang paling rendah dibandingkan kelompok umur lainnya. Namun, pada tahun 2019 penduduk berumur 60 tahun ke atas memiliki nilai indeks yang sama dengan penduduk berumur di bawah 40 tahun, yaitu sebesar 3,66. Pada tahun 2020 hingga tahun 2021, pola tahun 2012- 2018 kembali terjadi. Kelompok penduduk berumur 60 tahun atau lebih kembali menjadi yang paling permisif, sedangkan kelompok penduduk berumur kurang dari 40 tahun merupakan yang paling anti korupsi. Pada tahun 2021, dari sisi kelompok umur, masyarakat yang berumur 18-40 tahun paling antikorupsi dibanding kelompok umur lainnya. IPAK masyarakat berumur 18-40 tahun sebesar 3,89; umur 40-59 tahun sebesar 3,88; dan umur 60 tahun ke atas sebesar 3,87. Namun, sangat disayangkan, berdasarkan data KPK, para pelaku tindak pidana korupsi masih ada yang berasal dari generasi muda dengan rentang umur 18-40 tahun diantaranya adalah Gubernur Jambi Zumi Zola (38 tahun), Mantan Politikus Partai Demokrat, M Nazaruddin (33 tahun), mantan Anggota DPR RI, Wa Ode Nurhayati (30 tahun).
Sejatinya, masa depan negara ada pada generasi muda. Peran generasi muda dalam membangun negara dan menumpas korupsi sangatlah penting karena generasi muda merupakan cikal bakal pembangunan sebuah negara. Untuk itu, generasi muda harus tumbuh dengan pribadi yang baik dan memegang teguh prinsip anti korupsi. Oleh karena itu, untuk mengimbangi terbentuknya pribadi yang baik, dibutuhkannya pendidikan anti korupsi sejak dini pada generasi muda. Dengan adanya pendidikan anti korupsi sejak dini pada generasi muda diharapkan dapat membentuk pribadi yang patuh terhadap norma social, norma hokum dan senantiasa beribadah yang tekun supaya terhindar dari godaan untuk melakukan tindak pidana korupsi.
Waspada, korupsi dapat dilakukan oleh siapapun dan kapanpun, selagi kesempatan itu ada, tidak terkecuali generasi muda. Salah satu langkah lainnya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peran generasi muda dalam membangun negara dan menumpas korupsi adalah membentuk gerakan sosial yang melibatkan mahasiswa yang membentuk gerakan peduli yang mensosialisasikan dampak korupsi bagi masyarakat dan menanamkan mindset untuk sama sama tidak melakukan tindakkan korupsi, karena korupsi lahir dari dalam diri manusia itu sendiri. Hal ini selain menjadi tugas mulia karena sedikit banyak dapat membantu dalam pengurangan tindakan korupsi, juga dapat mendorong kita untuk menjadi pribadi yang senantiasa perilaku dan bertindak seadil-adilnya. Semoga generasi muda kedepannya dapat tumbuh menjadi pribadi lebih baik dan memegang teguh prinsip anti korupsi.(*)
Statistisi Ahli Muda
BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung