Omicron datang. Begitulah beberapa tajuk berita belakangan ini. Tak dibiarkan untuk beristirahat sejenak, varian baru muncur kembali. Kabarnya yang satu ini lebih menular dari pada varian sebelumnya. Benar, varian omicron namanya. Varian ini telah terdeteksi di beberapa negara sejak pertama kali ditemukan di Benua Afrika. Varian ini disebut sebagai salah satu yang sangat cepat menular. World Health Organization (WHO) menyatakan varian B.1.1.529 atau Omicron pertama kali dilaporkan dari Afrika Selatan pada 24 November 2021. Berdasarkan bukti-bukti yang sudah ada, WHO menetapkan varian Omicron sebagai Variant of Concern (VOC). VOC diartikan sebagai varian virus Corona yang menyebabkan peningkatan penularan serta kematian dan bahkan dapat mempengaruhi efektivitas vaksin. Sebelum Omicron, WHO telah menetapkan varian Alpha, Beta, Gamma, dan Delta sebagai VOC. Perlu diwaspadai bahwa varian ini sering dispelekan layaknya flu biasa. Padahal seperti yang telah kita lalui bersama, Covid-19 bagaikan bom waktu. Meledak dan merenggut nyawa baik saat bergejala maupun tidak sama sekali.
Kini Indonesia telah melaporkan bahwa keberadaan varian ini telah menjangkit Indonesia. Miris tapi itulah kenyataannya. Cakupan vaksinasi tinggi harus dilengkapi dengan prokes ketat agar kondisi terus terkendali. Berdasarkan data yang ada memang kelengahan saat menjalankan prokes bisa menjadi celah gelombang panemi yang berikutnya. Sebut saja Amerika Serikat yang secara data cakupan vaksinasi dosis lengkap sebesar 61 persen mengalami kenaikan kasus positif dan angka kematian COVID-19 di bulan November hingga Desember ini. Hal serupa dirasakan oleh Norwegia yang cakupannya mencapai 71 persen, bahkan Korea Selatan dengan cakupan sangat tinggi mencapai 92 persen. Data ini sebenarnya menunjukkan bahwa cakupan vaksinasi tidak berbanding lurus dengan minimnya penularan. Alhasil tanpa disertai protokol kesehatan (prokes) yang ketat, cakupan vaksinasi bukanlah kunci utama selesainya musibah ini.
Kehadiran varian baru yang muncul di penghujung tahun dampaknya begitu luar biasa. Jika dalam kondisi normal yang berdekatan dengan Nataru, seyogyanya menjadi momen penggerak ekonomi. Mobilitas masyarakat cenderung tinggi dan tingkat konsumsi juga jor-joran. Sayangnya Omicron layaknya rem yang menghentikan langkah untuk sejenak memulai terbiasa dengan pandemi rasa baru. Rem ini memukul mundur sendi-sendi perekonomian termasuk di sektor pariwisata. Bagi daerah yang dikaruniai keindahan alam layaknya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (read : Babel), pariwisata merupakan alasan bagi banyak masyarakat mengais rezeki. Jumlah wisatawan ataupun tamu hotel yang datang menjadi berkah tersendiri. Sayangnya pandemi membuat semua kenormalan itu mejadi abu-abu. Terlebih masih terus bermutasinya varian virus covid-19 ini, semakin gelap sudah kabar pariwisata Babel.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) diketahui bahwa dari seluruh provinsi yang ada di Sumatra, Babel merupakan provinsi dengan kontraksi terdalam perkembangan jumlah tamu hotel atau wisatawannya. Sepanjang tahun biasanya hampir 500 ribu orang datang berkunjung ke Babel, namun di 2020 tercatat hanya 231 ribu orang saja yang menjadi tamu di jasa akomodasi di sini. Entah bagaimana nasib pemandu wisata, penyedia makan dan minum, hingga jasa akomodasi saat jumlah tamu begitu anjlok seperti itu. Dana hibah pariwisata dari kementrian di akhir tahun 2020 hingga awal 2021 sempat memberikan asa bagi mereka, namun itu saja belum cukup karena mereka sejatinya membutuhkan keberlangsungan pendapatan yang terjamin.
Dari seluruh wilayah di Babel, Belitung merupakan yang paling miris penurunan aktivitas pariwisatanya. Beruntungnya tahun 2021 menunjukkan secercah harapan akan membaiknya kabar pariwista Belitung. Berdasarkan data Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel bintang dalam 3 bulan terakhir, nampak jelas adanya peningkatan yang signifikan. Masih berada di level 9,13 persen pada Agustus kemarin pasca badai Delta, September dan Oktober mulai meroket dimana masing-masing menyentuh level 17,86 dan 32,02 persen. Yang biasanya tidak pernah menyentuh angka 10 ribu tamu hotel per bulan selama pandemi, Oktober kemarin jumlah tamu yang berkunjung menembus angka hampir 15 ribu tamu. Tingginya jumlah tamu ini tidak terlepas dari beberapa faktor diantaranya keringanan biaya tes antigen atau pcr hingga menurunnya level PPKM DKI Jakarta yang merupakan sumber kedatangan tamu terbesar menuju Belitung. Harapan kembali ada, para pekerja juga semakin sumringah.
Kondisi datangnya Omicron membuat seluruh insan pariwisata di Belitung semakin harap-harap cemas. Semua khawatir bahwa kenormalan yang baru dirasakan akan pupus kembali. Oleh karena itu, penting untuk menanamkan kepada khalayak bahwa Belitung sebagai surganya pantai sudah aman dari Covid-19. Mimpi untuk sembuh dari pendemi ini dan bersiap hidup “normal” kembali seolah sudah dekat di depan mata. Harapan itu ada, lagi-lagi pertanyaannya adalah kapan. Asal tak lengah untuk menjalankan prokes, kita masih bisa untuk bermimpi kembali. Percayalah !.

s.bps.go.id/coretanadis