Pandemi Covid-19 yang melanda dunia telah berimbas pada beragam hal, termasuk rumah tangga dan anak-anak. Meningkatnya anak-anak yang terpapar Covid-19 membuat orangtua harus semakin waspada. Orangtua diimbau tidak mengajak anaknya beraktivitas keluar rumah guna menghindari penularan. Pandemi berpotensi memberikan berbagai dampak negatif terhadap anak baik pada jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang.
Dari Sabang sampai Merauke, situasinya tidak berbeda. Jutaan anak mengalami gangguan belajar karena penutupan sekolah. Anak-anak akan menjadi terdakwa terakhir dari semua multiplier effect pandemi. Keluarga kehilangan mata pencaharian dan berjuang untuk memenuhi kebutuhan. Sebagai akibat dari kenaikan harga, banyak yang harus mengurangi frekuensi makan per hari atau bahkan menurunkan kadar nutrisi minimal yang diperlukan untuk pertumbuhan anak mereka. Dalam kasus-kasus ekstrem, anak-anak mungkin mendapati diri mereka dirampas masa kanak-kanaknya karena harus putus sekolah dan bekerja untuk menambah penghasilan rumah tangga. Bahkan sering kita temukan anak-anak menjadi korban pelampiasan amarah dari orang tua yang tidak tahan akan frustasi karena himpitan ekonomi atau hanya sekedar tidak bisa kemana-mana karena isolasi.
Bukan menjadi rahasi lagi jika kaum muda dan yang paling rentan menderita akibat pandemi. Ini adalah tanggung jawab bersama untuk mencegah penderitaan, menyelamatkan nyawa dan melindungi kesehatan setiap anak. Setiap elemen harus bekerja sama untuk mengatasi krisis ini. Dulu harapan semua manusia sepenuhnya bergantung pada ketersediaan vaksin. Namun virus ini seolah bermutasi menjadi bentuk baru yang kebal terhadap vaksin yang baru saja ditemui. Jika siklus ini berlanjut terus-menerus, anak-anak akan semakin menjadi korban dari perubahan pola hidup seperti ini.
Sebelum krisis COVID-19, data dari UNICEF menunjukkan bahwa 32 persen anak-anak di seluruh dunia dengan gejala pneumonia tidak dibawa ke puskesmas atau layanan kesehatan lainnya. Apa jadinya ketika COVID-19 datang dan tak mau pergi seperti saat ini ?. Yang pasti adalah gangguan dalam layanan imunisasi, akan ada bermunculan bayi baru lahir, anak-anak, orang muda dan ibu hamil dapat meninggal karena seperti yang diketahui virus ini seolah menjadi katalis bagi penyakit bawaan yang telah diderita sebelumnya. Virus corona telah memukul telak sistem kesehatan nasional, dimana sebelumnya telah berada di bawah tekanan besar, menjadi benar-benar kewalahan. Demikian pula, banyak program gizi yang terganggu atau terhenti, begitu pula program masyarakat untuk deteksi dini dan pengobatan anak kurang gizi.
Upaya melindungi diri sendiri dan orang lain melalui praktik cuci tangan dan kebersihan yang benar tidak pernah sepenting ini. Tetapi bagi banyak anak, fasilitas air dasar, sanitasi dan kebersihan tetap berada di luar jangkauan. Dari data UNICEF pada 2020 secara global, 40 persen dari populasi, 3 miliar orang, masih kekurangan fasilitas cuci tangan dasar dengan sabun dan air yang tersedia di rumah – dan ini mencapai hampir tiga perempat dari populasi negara-negara kurang berkembang. Babel bisa jadi masih menjadi daerah yang aman terhadap layanan air bersih dan sanitasi yang baik, tapi tidak begitu dengan wilayah timur Indonesia sana.
Dalam urusan pendidikan, seluruh generasi anak-anak telah merasakan sendiri bagaimana pendidikan mereka terganggu. Penutupan sekolah secara nasional telah mengganggu pendidikan. Jika merujuk pada data SP2020 pada rentang umur 10- 19 tahun saja terdapat setidaknya 44,5 juta jiwa. Artinya ada dari mereka yang jumlahnya masif itu tidak kembali ke sekolah, kesulitan mengakses pendidikan online hingga rentan untuk putus sekolah Kegiatan belajar mengajar yang timpang akan berujung pada kerdilnya potensi anak-anak yang seharusnya bisa disalurkan lewat media sekolah.
Dampak sosial ekonomi dari COVID-19 akan dirasakan paling berat oleh anak-anak juga. Banyak yang sudah hidup dalam kemiskinan, dan konsekuensi dari tindakan tanggapan COVID-19 seperti pemberlakuan PPKM berisiko menjerumuskan mereka lebih jauh ke dalam kesulitan. Ketika jutaan orang tua berjuang untuk mempertahankan mata pencaharian dan pendapatan mereka, pemerintah harus meningkatkan langkah-langkah perlindungan sosial dan bantuan tunai bagi mereka yang kekurangan. Memprioritaskan kebijakan yang win-win solution antara ekonomi dan kesehatan tidaklah mudah.
Anak-anak yang orang tuanya kehilangan pekerjaan atau yang hidup dalam kemiskinan pasti akan menjadi salah satu yang terkena dampak terburuk. Apakah itu akan menghambat pertumbuhan fisik dan mental mereka? Tampaknya mungkin karena bisa jadi pemeberian kebutuhan nutrisi anak jadi minimal, ujung-ujungnya stunting lagi stunting lagi.
Berapa banyak anak yang akan tidur dalam keadaan lapar karena pandemi dan dampak yang ditimbulkan pada pekerjaan dan ekonomi orang tua mereka, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh bagian dunia. Bisa jadi dunia saat ini penuh dengan orang tua yang frustrasi, orang tua yang merasa bersalah atau sedih karena mereka tidak dapat memberikan yang terbaik untuk anak-anak mereka.
Akhirnya, memperjuangkan hak-hak si kecil di tengah krisis berarti memastikan ketersediaan dan aksesibilitas terhadap obat-obatan, vaksin, sanitasi, dan pendidikan adalah keiscayaan. Sementara Indonesia saat ini fokus pada PPKM Jawa dan Bali, semua juga harus mengingat bahwa jutaan anak Indonesia berisiko menjadi korban yang terlupakan dari pandemi ini akibat hak-hak mereka yang terganggu. Mereka yang polos seolah menjadi terdakwa tanpa dosa yang harus menerima akibat dari multiplier effect dashyatnya pandemi. Seperti apa dunia mereka besok, dan seperti apa masa depan mereka pada akhirnya, juga merupakan tanggung jawab kita hari ini. Tanpa tindakan segera, krisis kesehatan ini berisiko menjadi krisis hak anak. Hanya dengan bekerja sama, kita dapat menjaga jutaan anak perempuan dan laki-laki tetap sehat, aman, dan dapat belajar kembali. Tidak hanya anak-anak dan remaja yang tertular COVID-19, mereka juga termasuk di antara korban yang terkena dampak paling parah. Kecuali semua bertindak sekarang untuk kehidupan berkelanjutan di masa depan. Selamat Hari Anak Nasional, Anak Terlindungi, Indonesia Maju.

s.bps.go.id/coretanadis