Menakar Gairah Ekonomi Babel Pasca Ramadhan

Sang kekasih yang dinanti akan hilang dari peraduan. Begitulah kiranya kalimat pujangga fisabilillah yang akan segera ditinggalkan oleh bulan Ramadhan. Ramadhan berjalan begitu cepat. Tanpa terasa saat ini sisa Ramadhan dapat dihitung dengan jari. Seiring berjalannya hari-hari di bulan yang penuh kemuliaan ini, sudah sepantasnya untuk diisi dengan amalan-amalan yang baik. Tidak lengkap rasanya jika Ramadhan dilalui tanpa perilaku bersedekah, mudik lebaran dan tradisi-tradisi khas lainnya. Dengan adanya ritual ini, perputaran uang berjalan, pemerataan terjadi dan berdampak pada bergeraknya roda perekonomian suatu daerah. Sayangnya tahun ini tak ubahnya tahun lalu. Mudik dilarang.

Biasanya Ramadhan datang sebagai pemicu tingginya perekonomian daerah hingga level nasional. Ramadhan memberikan dampak yang masif di semua lini perekonomian. Tidakkah dapat dilihat selama Ramadhan ini, Bank Indonesia sangat terbantu pekerjaannya. Momen Ramadhan membantu Bank Indonesia dalam mengelola peredaran uang. Hal ini dikarekanan tradisi unik yang banyak terjadi di daerah-daerah selama Bulan Ramadhan, sebut saja tradisi menukarkan uang baru. Uang cetakan baru masuk ke peredaran, uang lawas kembali ke bank Indonesia. Sudah menjadi hal yang lumrah di pinggir jalan atau persimpangan lampu merah, banyak jasa penukaran uang lama dengan uang baru dengan nominal yang lebih kecil yang nantinya untuk dibagikan ke sanak saudara saat lebaran. Apalagi ditambah dengan tradisi mudik yang merupakan agenda besar dan seolah wajib ditunaikan bagi kaum muslim di Indonesia. Fenomena mudik lebaran ini semakin membuat peredaran uang ke pelosok semakin bertambah deras alirannya. Dampak yang berlipat-lipat dari tradisi Ramadhan ini sangat membantu Bank Indonesia dalam pendistribusian uang.

Tradisi mudik juga menggerakkan berbagai sendi-sendi perekonomian daerah. Mulai dari bisnis wisata yakni penjualan tiket, kamar hotel, jasa transportasi serta bisnis makanan-minuman seolah tumbuh bergairah bersamaan dengan momen mudik lebaran. Walaupun kini hal tersebut dilarang, setidaknya masih ada kenaikan tingkat migrasi dibanding hari-hari biasa. Ramadhan memperluas jaringan bisnis hingga ke pelosok daerah dengan adanya migrasi. Bisnis-bisnis yang mendukung secara langsung seperti yang telah disebutkan di atas menjadi bisnis utama yang terkena dampak langsung dari agenda mudik tahunan masyarakat muslim di Indonesia. Belum lagi bisnis-bisnis derivatif lainnya yang mendukung kegiatan mudik seperti jasa bengkel/reparasi kendaraan bermotor hingga perdagangan uang elektronik. Migrasi yang masif ini memberikan multiplier effect pada perekonomian.

Ramadhan juga berarti waktunya untuk berbenah diri bagi beberapa kalangan. Bukan hanya dari sisi pakaian untuk berlebaran demi mempercantik diri, sektor konstruksi dalam jumlah besar juga terkena imbas momen Ramadhan. Untuk beberapa daerah, Ramadhan juga berarti berbenah rumah, mengecat rumah dan mengganti perabot. Konsumsi listrik dan air di rumah-rumah juga meningkat termasuk rumah ibadah. Apalagi setelah ditambah dengan asupan THR bagi hampir seluruh tenaga kerja. Suntikan dana segar bagi setiap rumah tangga ini seolah membuat pengeluaran yang hampir tidak mungkin keluar, bisa jadi ada karena daya beli masyarakat menjadi lebih kuat. Pengeluaran yang khusus untuk dibelanjakan atau dalam istilah ekonomi disebut dengan dipossible income menjadi bergairah dengan maraknya tunjangan yang diperoleh.

Gairah Pertumbuhan Ekonomi

Sebelum menakar gairah di kuartal II 2021 saat ini, mari kita melihat kilas balik pertumbuhan ekonomi beberapa kuartal ke belakang. Pada tanggal 5 Mei 2021 kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mencatat bahwa pada kuartal I 2021 (Januari-Maret) menunjukkan adanya pertumbuhan hingga 0,97 persen. Walaupun tumbuh sebenarnya keliru jika kuartal ini merupakan momentum kebangkitan ekonomi. Beberapa kalangan merasakan belum puas terhadap pertumbuhan ini termasuk penulis sendiri. Entah karena masih terasa dampak Corona, ataukah ekonomi Babel belum beradaptasi pada New Normal, alasan terakhir yang dirasa sangat sesuai untuk menggambarkan hal tersebut. Pasalnya jika dibandingkan tahun kemarin pada kuartal yang sama pertumbuhan ini terhitung lambat. Pada kuartal I 2020 perekonomian Babel tumbuh sebesar 1,36 persen, padahal kasus positif pertama virus Corona pertama kali masuk sudah di awal Maret. Jadi dampak Corona bukan alasan yang tepat menggambarkan data perekonomian Babel terakhir. Ini murni perihal percepatan adaptasi perlaku ekonomi, siapa yang cepat, dialah yang tumbuh. Perlu diingat virus ini bukan baru masuk kemarin, Si Kecil sudah di sini lebih dari setahun yang lalu.

Menakar ke kuartal II 2020 ini nampaknya pertumbuhan ekonomi Babel akan lebih dahsyat dibandingkan tahun 2020. Dimana pada periode tersebut tahun lalu, Indonesia mengalam masa-masa suram, tak terkecuali Babel. Bisa jadi laju pertumbuhan ekonomi kuartal II 2021 sekarang akan meroket tajam secara tahunan (y-on-y) karena faktor adaptasi ekonomi sementara tumbuh pesat secara kuartal (q-to-q) karena faktor musiman. Walupun demikian ada beberapa kecemasan dari sektor transportasi Babel akibat adanya larangan mudik yang bersifat tegas dari pemerintah. Animo pemudik dengan menggunakan jalur udara tidak akan seramai tahun kemarin, karena calon pemudik akan berpikir kembali jika nantinya dipaksa menunda perjalanan karena adanya himbuan tersebut. Sementara dari arah laut, sudah pasti Satgas Covid bekerjasama dengan polisi untuk memutar balik calon penumpang yang hendak mudik melalui pelabuhan.

Gairah kuartal II akibat faktor musiman seperti ini sebenarnya memiliki dua sisi. Bulan Ramadhan boleh saja menurunkan produktivitas. Hal ini tanpa dipungkiri memang benar karena dari sisi jam kerja baik instasi pemerintahan maupun swasta mengurangi jam kerja normalnya, terlebih karena masih berlakunya sistem kerja dari rumah. Di lain sisi, tingkat pengeluaran konsumsi yang tinggi di akhir Ramadhan ini seolah mengkompensasi penurunan yang diakibatkan berkurangnya jam kerja tadi. Bahkan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Ramadhan justru menghidupkan sendi-sendi perekonomian. Produktivitas menurun namun konsumsi meningkat melebihi penurunannya sehingga secara agregat perekonomian masih bergerak. Toh pada momen ini tingkat kebahagiaan masyarakat cenderung naik. Walau raga tak dapat saling menyapa, video call tak akan menjadi masalah dalam menyambung silaturahmi yang begitu lekat dengan momen lebaran. Ramadhan dapat memberikan dimensi yang berbeda kepada pertumbuhan ekonomi di daerah pada kuartal II ini. Meningkatkan gairah ekonomi yang semula lesu dan  menyembuhkan ekonomi yang sakit karena Corona.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *