Data Kependudukan, Kunci Pembangunan

Presiden Republik Indonesia pernah mengutarakan bahwa data adalah jenis kekayaan baru. Pernyataan tersebut disampaikan pada pencanangan Sensus Penduduk 2020 yang dilakukan di awal tahun ini. “Data adalah new oil. Bahkan lebih berharga dari minyak. Data yang valid merupakan kunci utama kesuksesan pembangunan negara,” kata Jokowi.

Data yang valid dan akurat sangat penting karena data merupakan dasar dari perencanaan pembangunan. Kebijakan pembangunan yang diambil sangat bergantung dengan data. Sumber dari perencanaan pembangunan di berbagai bidang ialah data kependudukan.

Selama beberapa dekade, Indonesia belum memiliki data tunggal untuk data kependudukan. Hal ini disebabkan oleh adanya dua sumber data yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) dan DIrjen Dukcapil. Keduanya menggunakan konsep yang berbeda sehingga tidak bisa “dikawinkan”. Menurut Dukcapil, penduduk dicatat secara hukum berdasarkan Kartu Keluarga (KK) dan atau Kartu Tanda Penduduk (KTP). Sedangkan BPS yang dimaksud sebagai penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Indonesia baik WNI maupun WNA selama satu tahun atau lebih dan/atau mereka yang berdomisili kurang dari satu tahun, tetapi bertujuan untuk menetap.

Demi kemajuan pembangunan, BPS dan Dirjen Dukcapil menemukan titik temu yang kemudian dituangkan dalam Sensus Penduduk 2020. Ini merupakan hasil dari sensitivitas pemerintah akan pentingnya data yang valid. Sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah telah menyetujui keseragaman data dengan mengusung “Satu Data Kependudukan” dalam Perpres No.39 Tahun 2019. Satu Data merupakan rancangan pemerintah untuk mendorong pengambilan kebijakan berdasarkan data dengan tiga prinsip utama (satu standar data, satu metadata baru, dan satu portal data). Inisiatif Satu Data bertujuan untuk memenuhi kebutuhan data yang akurat dan terbuka. Dengan demikian, pemanfaatan data pemerintah tidak hanya terbatas pada penggunaan secara internal antar instansi, tetapi juga sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan data publik masyarakat secara luas.

Harapan akan Sensus Penduduk 2020 sangat besar karena menjadi sejarah terbangunnya “Satu Data Pendudukan Indonesia”. Sensus Penduduk 2020 dilaksanakan secara dua tahap yaitu online dan door to door. BPS sebagai penyelenggara bekerja keras dalam pelaksanaannya. Kepala BPS RI, Suhariyanto, menyebutkan sensus penduduk online yang diselenggarakan hingga tanggal 29 Mei 2020 kemarin membuahkan hasil yang memuaskan. Sekitar 51,36 juta penduduk Indonesia telah berpartisipasi. Adapun ini artinya setara dengan 19,05 persen dari total penduduk Indonesia telah melakukan sensus online secara mandiri.

Sensus Penduduk Lanjutan (door to door) yang rencananya dilaksanakan pada Juli sempat tertunda karena pandemi covid-19. Selain karena alasan kesehatan dan keselamatan, tidak dipungkiri pemotongan anggaran juga menjadi faktor utama. Padahal, output Sensus Penduduk 2020 sangat dibutuhkan bagi pembangunan Indonesia.

Sensus Penduduk di tengah Pandemi
Paham akan pentingnya data kependudukan, BPS memutuskan melajutkan tahapan kedua Sensus Penduduk 2020 dengan beberapa penyesuaian. Sensus Penduduk pun dilanjutkan mulai tanggal 1 September 2020. Tata kelola baru disusun demi tercapainya tujuan utama dengan minimalisasi risiko di masa pandemi.

Wilayah Indonesia dibagi menjadi tiga zona. Zona 1 DOPU (Drop Off Pick Up) di 227 kabupaten/kota, Zona 2 Non-DOPU di 246 kabupaten/kota, dan Zona 3 Wawancara di 43 kabupaten/kota wilayah Papua dan Papua Barat. Pembagian zona berkaitan dengan pelaksanaan di lapangan. Untuk wilayah Zona 2 hanya dilakukan proses sampai verifikasi lapangan tanpa ada pengisian dokumen.

Protokol kesehatan juga dilaksanakan secara ketat dengan syarat utama petugas sensus (PS) harus lolos rapid test. PS dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) berupa masker, face shield, sarung tangan, dan hand sanitizer yang harus digunakan saat di lapangan. Physical distancing pun tetap dilakukan dengan pengisian mandiri dokumen Sensus Penduduk demi meminimalkan interaksi PS dengan penduduk. Selain itu ada tata kelola khusus untuk daerah Zona Merah maupun Zona Lockdown.

Terakhir, Ketua RT (Rukun Tetangga) dilibatkan dan ditugaskan untuk mendampingi PS. Hal ini dilakukan dengan harapan dapat menjamin keakuratan data sensus. Selain itu, masyarakat diharapkan menerima kedatangan PS di rumahnya dengan dilibatkannya Ketua RT. Migrasi penduduk Indonesia yang tinggi menyebabkan angka penduduk de facto dan de jure bisa jauh berbeda. Kedua angka itu sama dibutuhkan oleh para pengambil kebijakan mulai tingkat RT. Salah satunya dengan pemberian bantuan sosial di masa pandemi ini.

Berbagai aspek kehidupan telah terdampak oleh pandemi covid-19. Tidak hanya kesehatan, tata kelola dalam pemerintahan pun dipaksa menyesuaikan keadaan. Oleh karena itu, inovasi dan perubahan skenario sangat wajar mengingat setiap detik kita dituntut untuk tidak menyerah pada keadaan. Komitmen pada negara pun menjadi semangat demi pembangunan.

Sebagai penutup, berikut kutipan pidato Kepala BPS RI dalam acara peringatan Hari Statistik Nasional (HSN) yang jatuh pada tanggal 26 September: “Sebagai lembaga yang bertanggug jawab untuk menyediakan official statistics di Indonesia, BPS harus tetap menyediakan indikator-indikator strategis pembangunan yang berkualitas, dalam kondisi apapun. Berbagai kendala yang disebabkan pandemic ini, seperti refocusing anggaran, ketakutan responden sehingga enggan menerima petugas, penerapan PSBB di beberapa daerah, dan lain sebagainya, tidak boleh membuat kecil hati untuk menjalankan amanah yang telah dipercayakan kepada kita”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *