Setiap tanggal 26 September diperingati sebagai Hari Statistik Nasional setiap tahunnya. Sejarah kegiatan Statistik di Indonesia bermula ketika pada tahun 1920 didirikan sebuah kantor statistik di Bogor oleh Direktur Pertanian dan Perdagangan (Director van Landbouw Nijverheid en Hendel). Pada tahun 1924, lembaga ini kemudian berganti nama menjadi Kantor Pusat Statistik (Centraal Kantoor voor de Statistik) dan dipindahkan ke Batavia (Jakarta). Setelah melewati proses sejarah yang panjang, sejak 1 Juni 1957, Kantor Pusat Statistik kemudian diubah menjadi Biro Pusat Statistik (BPS) dengan Keputusan Presiden RI Nomor 131 tahun 1957.
Sensus Penduduk kembali diadakan pada tahun 1961, sebelumnya tahun 1930 yang dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Sensus Penduduk dilaksanakan sesuai anjuran Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar setiap negara melakukan sensus penduduk secara serentak. Sensus ini merupakan sensus yang pertama kali dilaksanakan setelah Indonesia merdeka. Setahun sebelumnya pada tanggal 24 september 1960, payung hukum berupa undang-undang tentang pelaksanaan sensus disahkan melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1960 tentang sensus. Dua hari setelah disahkan undang-undang tersebut, tidak hanya undang-undang tentang sensus, payung hukum terkait penyelenggaraan kegiatan statistik disahkan dan muncullah Undang-Undang Nomor 7 tahun 1960 tentag statistik. Undang-undang ini merupakan tonggak awal penyelenggaraan Statistik di Indonesia yang kemudian disempurnakan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang statistik. Bersamaan dengan itu pula Biro Pusat Statistik berganti nama menjadi Badan Pusat Statistik.
Hari Statistik Nasional bermula dari perlunya kesadaran masyarakat untuk sadar statistik, sehingga pada tahun 1996 diajukan surat permohonan persetujuan agar tanggal 26 September menjadi Hari Statistik Nasional ke Menteri Sekretaris Negara oleh Kepala BPS saat itu, Sugito. Pemilihan tanggal 26 September sebagai Hari Statistik nasional dilatarbelakangi proses sejarah sebelumnya, hari ini dianggap paling signifikan dalam mewarnai sejarah panjang kegiatan statistik di Indonesia dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1960 tentang statistik. Upaya ini membuahkan hasil dengan resminya tanggal 26 September sebagai Hari Statistik Nasional bersamaan keluarnya surat nomor B.259/M.Sesneg/1996 pada tanggal 12 Agustus 1996. Tanggal 26 September selanjutnya setiap tahun diperingati sebagai Hari Statistik nasional sejak tahun 1996.
Dalam Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Badan Pusat Statistik (Renstra BPS) Tahun 2020-2024, Visi BPS adalah “Penyedia Data Statistik Berkualitas untuk Indonesia Maju”. Visi ini menyesuaikan dengan visi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yaitu “Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”.
Dengan visi baru tersebut, eksistensi BPS sebagai penyedia data dan informasi statistik menjadi semakin penting karena memegang peranan dan pengaruh sentral dalam penyediaan statistik di Indonesia, termasuk ditingkat dunia. Hal ini didukung pula oleh Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 tahun 2019, dimana Badan Pusat Statistik (BPS) diberi amanah untuk menjadi Pembina Data. Ditegaskan dalam Perpres ini, untuk data statistik tingkat pusat, Pembina Data Statistik tingkat pusat yaitu badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kegiatan statistik. Selain itu, kegiatan statistik didukung dengan munculnya kebijakan Satu Data Indonesia (SDI) dengan harapan data yang ada memiliki satu standar data terutama definisi yang sangat penting dalam menginterpretasikan data sehingga data berkualitas dapat menjadi perencanaan pembangunan yang tepat apabila diinterpretasikan atau dijelaskan secara benar.
Dari uraian tersebut kegiatan statistik sangatlah penting untuk kemajuan Indonesia. Kegiatan statistik di Indonesia diharapkan mampu menghasilkan data berkualitas untu perencanaan Indonesia ke depannya khususnya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Akan tetapi, data berkualitas tidak bisa diperoleh hanya dengan berharap pada kegiatan statistik yang dilaksanakan oleh BPS, harus ada dukungan seluruh stakeholder dan seluruh elemen masyarakat karena data tersebut bersumber dari seluruh stakeholder dan seluruh elemen masyarakat. Contohnya, Ketika BPS telah menggunakan metodologi terbaik dala kegiatan statistik, akan tetapi saat pengambilan data di lapangan, stakeholder atau masyarakat tidak menjawab dengan benar sesuai kondisi yang ada, tentu data yang diperoleh tidak akan menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Oleh karena itu, seluruh elemen diharapkan mendukung kegiatan statistik yang dilakukan oleh BPS di seluruh Indonesia guna menghasilkan data yang berkualitas. Hal yang penting lainnya ketika data berkualitas hadir adalah analisis yang tepat. Data berkualitas dengan analisis tepat adalah salah satu penyokong utama menuju Indonesia Maju.
Seperti quote yang disampaikan oleh Jeff Weiner, seorang CEO LinkedIn, “Data really powers everything that we do”. Data benar-benar mendukung semua yang kami lakukan, begitulah dia membesarkan LinkedIn. Untuk itu, mari kita sokong Indonesia untuk maju dengan bersama-sama menghasilkan data yang berkualitas, dengan cara mendukung kegiatan statistik yang dilakukan BPS.
Statistisi Ahli Muda
BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung