Pandemi Corona hingga saat ini masih belum berakhir bahkan tidak sama sekali menunjukkan tanda-tanda akan pergi. Berbagai masalah yang ditimbulkan bahkan sudah terasa sebelum pemerintah mengkonfirmasi kasus pertama Covid-19 yang menyerang tanah air. Alhasil muncul spekulasi bahwa negara ini pasti diam-diam memiliki kasus COVID-19 sebelumnya, mengingat negara-negara tetangga termasuk Singapura dan Malaysia telah mengonfirmasi banyak kasus jauh sebelum Indonesia mengumumkan kasus pertamanya. Dari awal pandemi ini masuk ke tanah air, kepercayaan publik mulai goyang.
Blunder terkait kepercayaan publik sebenarnya sudah muncul di akhir tahun 2019. Di kala kasus mulai bermunculan di berbagai belahan negara lain dan mereka mulai mengurangi mobilitas wisatawan yang keluar masuk, Indonesia justru melakukan hal yang kontradiktif. Tiket dari berbagai jenis angkutan dijual dengan harga murah, endorse ke para selebgram untuk berwisata datang bertubi-tubi di media sosial kita yang berujung pada tingginya tingkat mobilitas keluar masuk negeri ini. Padahal, Indonesia merupakan negara tujuan yang populer di kalangan wisatawan dari China. Wabah virus corona sendiri dimulai pada Desember 2019 silam di Kota Wuhan, Cina. Hanya masalah waktu saja sebelum kasus pertama terpapar virus ini mulai muncul di Tanah Air.
Dalam proses penanganannya, antar lembaga memberikan informasi yang simpang siur satu dengan yang lainnya. Masih jelas di benak kita bagaimana kasus Covid-19 di Cianjur yang semakin melumpuhkan ketidakpercayaan publik terkait integritas pemerintah daerah dan pusat. Milenial mulai bersuara lantang menyuarakan keraguaannya akan kinerja pemerintah. Mulai dari jurnalis kawakan, hingga orang awam saling bersaut-sautan merindukan ketegasan. Kepercayaan publik tidak kembali, Covid-19 belum mau pergi.
Masyarakat jelas terpukul akan situasi ini. Banyak dari mereka yang harus mobile menjalankan perekonomian, terpaksa “mandek” bekerja sehingga gagal memberi nafkah bagi keluarga di rumah. Mayoritas mereka adalah penyambung nafas di setiap keluarganya. Mereka bimbang sementara jaminan sosial dari pemerintah tidak kunjung datang. Kini “bola panas” ada di Tim Komite Pemulihan Ekonomi Nasional yang dipimpin oleh Bapak Erick Thohir yang sekaligus Menteri Badan Usaha Milik Negara. Bertindak langsung di bawah presiden, tim ini berusaha keras menahan resesi di Indonesia yang diprediksi dapat terjadi akibat Corona pada Triwulan III 2020. Seperti yang kita ketahui, berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada Triwulan II kemarin, Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia terkontraksi ke 5,32 persen.
Mulai dari agenda mikro setiap rumah tangga hingga agenda makro pemerintah semua seolah jalan di tempat. Banyak hajatan besar yang berantakan, pesta-pesta dilarang keras digelar demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Alhasil banyak Event Organizer yang gulung tikar dan pegawai pun dirumahkan. Begitu juga dengan hajatan nasional pun banyak yang ditunda termasuk kegiatan Sensus Penduduk 2020 yang seyogyanya diadakan pada Bulan Juli 2020.
Sensus Penduduk 2020 merupakan sebuah pesta demografi bagi bangsa Indonesia. Di momen ini harusnya komposisi penduduk, distribusi penduduk dicatat. Data yang diperoleh akan memunculkan proyeksi penduduk baru untuk sepuluh tahun mendatang. Mau tidak mau, dengan anggaran yang minimun pemerintah melalui Badan Pusat Statistik mengambil keputusan yang berat untuk tetap menggelar pesta di kala pandemi ini, yakni pesta demografi alias Sensus Penduduk dengan menejemen kesehatan yan diperketat. Pesta ini tetap digelar walaupun pandemi masih menjalar.
Kick off kegiatan ini telah dilaksanakan pada 31 Agustus lalu, di semua kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Pergeseran perhelatanpun terjadi, dimana pesta ini dijadwalkan pada September 2020. Menariknya kegiatan ini memacu ekonomi tersendiri karena jutaan orang bergabung menjadi Petugas Sensus. Mereka yang dirumahkan dapat bekerja kembali selama minimal sebulan ke depan sebagai Petugas Sensus. Dengan bercirikan rompi hitam, jutaan Petugas Sensus akan datang melakukan verifikasi ke ketua SLS hingga door to door ke rumah warga. Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung saja, ada sekitar 969 Petugas Sensus yang berkeliling di seluruh kabupaten/kota. Mulai daerah elite, kos-kosan, rumah tahanan, segala jenis panti hingga daerah pulau-pulau terkecil berpenghuni akan dicatat.
Pentingnya peran masyarakat terhadap terselenggaranya pesta demografi tidak lepas dari keterbukaan terhadap kedatangan petugas sensus. Masyarakat harus waspada karena dikala pandemi seperti ini, kasus penipuan berlatar belakang survei marak terjadi. Namun masyarakat tidak perlu khawatir jika Petugas Sensus yang asli datang ke rumah-rumah. Mereka telah dilengkapi dengan APD lengkap dan lolos tahapan rapid tes. Tepat pada 15 September lalu, seluruh petugas telah menyelesaikan tugas verifikasi di lapangannya. Saat ini data tersebut sedang diolah dengan proses digitalisasi yang mutakhir demi terjaganya kualitas. Kualitas data yang baik akan memudahkan interpretasi dalam pengambilan kebijakan.
Semua memiliki perannya masing-masing dalam setiap gelaran pesta, termasuk pesta demografi ini. Kehadiran masyarakat untuk selalu membuka pintu rumahnya kepada petugas sensus menjadi kunci sukses dalam keberhasilan pesta ini. Bukan hanya di sensus ini saja, melainkan setiap survei lainnya yang nampaknya akan terus berjalan di tengah pandemi. Mari Bersama Mencatat Indonesia, Indonesia Maju dari Jawabmu.
Statistisi Ahli Muda
BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung