Dalam rangka memperingati Hari Statistik Nasional pada tanggal 26 September 2020, ada baiknya kita kembali mengingat bagaimana perlunya data dalam kehidupan bermasyarakat. Hari Statistik Nasional bukan hanya milik Badan Pusat Statistik (BPS) yang merupakan lembaga resmi penyedia data statistik di Indonesia. Hari statistik Nasional layaknya diperingati oleh masyarakat karena data merupakan kebutuhan hidup kita sehari-hari. Setiap individu mempunyai data, minimal biodata sebagai identitas pribadinya.
Saat berinteraksi dan menjalani kehidupannya, masyarakat akan menghasilkan berbagai data dengan atau tanpa disadari. Seperti seorang ibu rumah tangga yang setiap hari ke pasar akan mempunyai data harga kebutuhan hariannya. Mereka yang bekerja akan memperoleh data presensi kehadirannya setiap hari kerja. Mereka yang mempunyai anak yang akan masuk sekolah, membutuhkan data dan informasi pendaftaran sekolah. Setiap data sederhana dapat dikumpulkan menjadi statistik yang pada akhirnya akan dianalisis menjadi sebuah informasi penting.
Di era bigdata, data dan informasi menjadi sangat mudah diperoleh. Masyarakat juga dapat mengakses informasi yang dihasilkan pemerintah yang didukung dengan undang-undang keterbukaan informasi publik. Maraknya media online dan media sosial membuat setiap individu mempunyai kesempatan untuk menyampaikan ide dan mempublikasikan karyanya. Seluruh masyarakat dapat menginterpretasikan setiap data dan informasi, dikomentari dan beberapa menjadi viral. Hanya saja, kadang data statistik yang tersedia tidak mudah diinterpretasikan dengan pemahaman yang secara umum berlaku di masyarakat, karena keterbatasan informasi yang mengikuti data tersebut.
Data yang dihasilkan oleh produsen data, selayaknya harus mudah diinterpretasikan, yang menunjukkan data tersebut berkualitas. Data yang berkualitas sangat penting sebagai bahan diskusi dalam masyarakat informasi. Bagi pemerintah, data yang berkualitas sangat penting sebagai dasar perencanaan, monitoring, dan evaluasi kerja dalam setiap keputusan yang diambil. Data yang berkualitas juga sangat penting bagi pelaku usaha dalam menjalani dan mengembangkan usahanya. Pembahasan tentang data berkualitas sepertinya tidak akan habisnya. Data berkualitas menjadi begitu penting saat keputusan diambil, terutama jika menyangkut hajat hidup orang banyak.
Sebagai lembaga pemerintah, BPS mempunyai visi penyedia data statistik berkualitas untuk Indonesia maju. BPS melakukan penjaminan kualitas pada setiap tahapan proses penyediaan data statistik. Dalam menghasilkan data statistik resmi, BPS telah teruji dan tidak memihak pemerintah sehingga pengguna data bahkan pemerintah percaya kepada BPS.
Setidaknya ada enam dimensi kualitas data yang digunakan oleh BPS, yaitu relevance (relevansi), accuracy (akurasi), timeliness (aktualitas) & punctuality (tepat waktu), acessibility (aksesibilitas), coherence (koherensi) & comparability (keterbandingan), dan interpretability (interpretabilitas). Dimensi terakhir data berkualitas yaitu interpretabilitas, maksudnya data tersebut relatif mudah diinterpretasikan oleh pengguna data, baik pemerintah, pelaku usaha maupun seluruh masyarakat.
Dimensi interpretabilitas menjadi perhatian saat ini, karena beberapa komentar dan kritik yang menunjukkan interpretasi yang kurang tepat cukup banyak bermunculan. Beberapa kali interpretasi yang salah telah dipublikasikan sehingga kesalahan interpretasi oleh pihak yang berwenang tersebut menjadi penggiringan opini bahwa ada yang salah pada data tersebut. Sayangnya kesalahan interpretasi data tersebut tak jarang dilakukan oleh pengguna data potensial, sehingga menjadi berita besar.
Sebagai contoh saat BPS merilis data kemiskinan nasional satu digit di tahun 2018, saat itu viral pendapat masyarakat yang ragu akan besaran garis kemiskinan per kapita per bulan yang sebesar 593 ribu rupiah. Sesungguhnya, untuk mendapatkan rumah tangga yang mempunyai pengeluaran atau biaya hidup sebesar 593 ribu rupiah per kapita per bulan mungkin akan sulit namun ternyata mereka ada berdasarkan survei yang dilakukan oleh BPS. Jika rumah tangga dengan pengeluaran yang sekecil itu ada bahkan masih banyak, berarti bisa menjadi evaluasi bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan. Dengan adanya penurunan persentase penduduk miskin, masyarakat juga perlu memberikan apresiasi kepada pemerintah karena program pengentasan kemiskinan yang telah dilakukan selama ini menunjukkan hasil yang lebih baik.
Kemungkinan kesalahan interpretasi disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah tingkat keilmuan pengguna data. Meskipun kita bisa berdalih, bahwa interpretasi setiap orang tentu sebatas pemahamannya atas data dan indikator statistik yang disampaikan, namun kembali lagi, bahwa interpretabilitas menjadi salah satu dimensi data berkualitas. Hal ini berarti produsen data bertanggungjawab pada penafsiran bebas para pengguna data. Data tidak mudah dipahami karena konsep yang sesungguhnya tidak terdefinisikan dengan baik. Ada kekhawatiran, jika pemilihan kalimat yang berbeda dengan konsep baku akan memberikan makna yang berbeda. Disinilah tantangan baru bagi insan statistik, bagaimana agar data statistik dapat tersajikan dengan bahasa yang lebih sederhana, dan adanya kemungkinan kesalahan penafsiran dapat dicegah.
Beberapa kegiatan telah dilakukan oleh BPS untuk mendekatkan dengan para pengguna data seperti menyediakan unit Pelayanan Statistik Terpadu (PST) di setiap BPS Provinsi/Kabupaten/Kota. BPS juga selalu memperbaharui data dan publikasi statistik di website BPS. BPS juga melakukan rilis Berita Resmi Statistik yang telah terjadwal setiap bulan. Selain itu BPS giat mengaktifkan forum data yang ada di setiap provinsi dan sebagian besar kabupaten/kota untuk menjalin hubungan dengan pemerintah daerah sebagai walidata statistik sektoral.
Satu hal yang mungkin perlu dilakukan oleh BPS dengan memanfaatkan sistem pembelajaran online saat ini, yaitu melakukan pembinaan komunitas pengguna data statistik secara informal, sebagai salah satu peran dalam memasyarakatkan statistik dan menyediakan data berkualitas untuk Indonesia maju.
Administrator
BPS Kabupaten Bangka