Ketika Kemiskinan di Perkotaan Merajalela

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah merilis angka kemiskinan Maret 2020 sebanyak 68,39 ribu (4,53 persen), bertambah dibandingkan kondisi September 2019 yang sebanyak 67,37 ribu (4,50 persen). Kemiskinan ini terjadi tidak hanya di perdesaan, namun juga terjadi di perkotaan. Bahkan dalam kurun waktu September 2019 –Maret 2020, laju kenaikan jumlah penduduk miskin di perkotaan lebih tinggi jika dibandingkan dengan laju kenaikan jumlah penduduk miskin di perdesaan.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

Di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, selama periode September 2019–Maret 2020, jumlah penduduk miskin di perkotaan naik sebanyak 0,91 ribu orang (dari 24,62 ribu orang pada September 2019 menjadi 25,53 ribu orang pada Maret 2020), sementara di daerah perdesaan naik sebanyak 0,12 ribu orang (dari 42,75 ribu orang pada September 2019 menjadi 42,87 ribu orang pada Maret 2020).

Secara umum tingkat kemiskinan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung meningkat dikarenakan perekonomian yang tumbuh melambat. Ekonomi Kepulauan Bangka Belitung triwulan I-2020 tumbuh 1,35 persen,mengalami perlambatan bila dibandingkan triwulan I-2019 yang tumbuh sebesar 2,81 persen.

Melesunya perekonomian terutama di perkotaan salah satunya disebabkan oleh adanya kebijakan terkait penanganan penyebaran virus corona. Adanya himbauan “di rumah aja” dan jaga jarak (social distancing) memengaruhi aktivitas perekonomian warga. Pasar yang biasanya ramai pembeli, saat adanya kebijakan ini menjadi sepi. Sepinya aktivitas perekonomian ini menyebabkan banyak perusahaan menutup atau membatasi kegiatan produksi serta merumahkan karyawannya bahkan melakukan PHK untuk mengurangi biaya produksi. Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja Provinsi Babel, ada 104 perusahaan yang merumahkan dan mem-PHK karyawannya dan ada 3.531 orang pekerja di-PHK dan dirumahkan akibat dampak Covid-19.

Berkurangnya penghasilan mengakibatkan masyarakat lapisan bawah di perkotaan harus pandai-pandai mengatur pengeluarannya. Lapangan pekerjaan yang selama ini menopang kehidupan masyarakat Babel semakin terbatas. Semakin terbatasnya lapangan pekerjaan di sektor pertanian dan pertambangan, menyebabkan masyarakat beralih profesi menjadi pekerja formal di perkotaan seperti menjadi buruh. Pekerja di sektor formal naik dari 305.128 orang pada Agustus 2016 menjadi 390.247 orang Februari 2020.
Lapangan pekerjaan yang tersedia di perkotaan hampir sebagian besar ada pada sektor formal. Sektor formal yang dapat memberikan balas jasa yang baik bagi pekerjanya salah satunya adalah sektor industri pengolahan. Namun sektor industri pengolahan sebagai satu-satunya sektor yang memiliki pertumbuhan di bawah laju pertumbuhan PDRB Kepulauan Bangka Belitung. Penurunan kontribusi ini turut andil dalam meningkatkan angka kemiskinan di perkotaan.

Selain itu terjadi mobilisasi penduduk ke kota. Beralihnya penduduk desa ke kota ini menyebabkan permasalahan baru di daerah perkotaan seperti tingkat pengangguran yang tinggi sehingga akan turut serta meningkatkan kemiskinan di perkotaan dan juga tingkat kerawanan sosial. Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), Tingkat pengangguran di Babel pada Februari 2020 naik dari 3,39 persen menjadi 3,41 persen.

Upaya penanggulangan kemiskinan
Perhatian pemerintah untuk menanggulangi penduduk miskin tampaknya kian besar, terindikasi dari kian besarnya anggaran yang digelontorkan. Selain anggaran besar, pemerintah juga menyiapkan berbagai program pengentasan penduduk miskin, tersebar di berbagai instansi pemerintah. Program-program itu antara lain berupa bantuan tunai, bantuan pendidikan dan kesehatan, serta pemberdayaan.

Celakanya, meski bantuan untuk penduduk miskin itu datang bertubi-tubi, hasil yang diperoleh belum memuaskan. Selama Maret 2017-Maret 2020, angka kemiskinan di Babel hanya turun 0,67 poin persen, yaitu dari 5,25 persen menjadi 4,53 persen. Atau, secara absolut penduduk miskin turun sebanyak 5,7 ribu orang, yaitu dari 74,09 ribu pada Maret 2017 menjadi 68,39 ribu pada Maret 2020. Penurunan angka kemiskinan hanya terjadi di perdesaan. Angka kemiskinan di perdesaan turun dari dari 7,74 persen pada Maret 2017 menjadi 6,33 persen pada Maret 2020. Atau secara absolut kemiskinn di perdesaan turun dari 52,61 ribu orang menjadi 42,87 ribu orang. Berbanding terbalik dengan angka kemiskinan di perkotaan yang naik 0,17 persen poin, yaitu dari 2,89 persen menjadi 3,06 persen. Atau, secara absolut penduduk miskin perkotaan naik sebanyak 4,06 ribu orang, yaitu dari 25,53 ribu orang pada Maret 2017 menjadi 21,89 ribu orang pada Maret 2020 (BPS, 2020). Penurunan penduduk miskin umumnya terjadi pada penduduk miskin sementara (transient poverty), tetapi tidak banyak menyentuh penduduk miskin kronis (chronic poverty). Menurut Razali Ritonga (Kompas, 2007) kemiskinan sementara terjadi karena krisis ekonomi, kebijakan pemerintah yang tak populis, dan bencana seperti yang terjadi saat ini.

Sementara miskin kronis hadir meski tanpa krisis, kebijakan yang tak populis atau bencana. Namun, krisis ekonomi dan fenomena lain memperparah kehidupan penduduk yang tergolong miskin kronis itu. Atas dasar itu, upaya penurunan miskin sementara lebih mudah dilakukan dibandingkan miskin kronis.

Salah satu penyebab sulitnya mengentaskan penduduk miskin adalah kurangnya kepercayaan diri. Umumnya, penduduk yang terjerat kemiskinan merasa tidak yakin nasibnya dapat berubah. Tidak sedikit yang beranggapan, menjadi miskin merupakan takdir. Ditengarai, ketidakpercayaan diri penduduk miskin itu terkait rendahnya kapabilitas yang dimiliki.

Agar program pengentasan penduduk miskin yang dilakukan pemerintah “nyambung” dengan karakter penduduk miskin, lebih dulu perlu dilakukan pemulihan kepercayaan diri. Maka, atas dasar itu, pemerintah perlu mengkaji ulang berbagai program pengentasan penduduk miskin yang dijalankan. Program pengentasan penduduk miskin akan berjalan efektif selain memberikan bantuan agar penduduk miskin dapat bertahan hidup, juga dengan peningkatan kapabilitas dasar agar penduduk miskin memiliki kepercayaan diri. Yang tak kalah penting adalah pemberdayaan agar penduduk miskin dapat keluar dari lingkaran kemiskinan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *