Berbagi Data Pribadi, Perlu Banyak Literasi

Badan Pusat Statistik (BPS) telah memasuki periode baru pengumpulan data menyeluruh atau yang dikenal dengan istilah sensus. Pada 2020 ini, serentak di seluruh elemen masyarakat akan didata terkait data kependudukannya secara satu persatu pada bulan Juli nanti. Seluruh penduduk akan menjadi bagian penting dalam mendukung satu data kependudukan Indonesia. Data-data ini nantinya akan mendukung seluruh program kerja pemerintah di satu dekade mendatang.

Lebih lanjut BPS mengambil langkah berani dengan metode pengumpulan data yang mutakhir lewat pengisian data kependudukan secara mandiri melalui tautan sensus.bps.go.id . Dimulai serentak pada 15 Februari kemarin, seluruh warga dengan akses internet dan gadget mereka dapat mengisi data pribadi mereka di tautan tersebut hanya dengan memasukkan data NIK dan KK. Seluruh warga dapat memperbaharui kondisi terbaru keluarga mereka melalui pengisian mandiri ini. BPS sendiri menggunakan database kependudukan dari Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri. Menurut Sekretaris Dirjennya, I Gede Suratha mengatakan bahwa database yang diserahkan kepada BPS tersebut memiliki record data hampir 266 juta NIK. Kepercayaan ini menjadi bukti nyata komitmen Kemendagri untuk mengusung Satu Data Kependudukan Indonesia bersama BPS.

Hampir sepekan penyelenggaraan Sensus Penduduk Online ini berlangsung, muncul satu dua keraguan dari kalangan masyarakat terkait keamanan data yang nantinya mereka berikan. Hal ini sangat wajar karena baru beberapa hari saja, ada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab mengirimkan tautan Google form yang mengatasnamakan Sensus Penduduk. Terdengar kabar bahwa item pertanyaannya hampir serupa dengan yang ada di tautan asli yakni sensus.bps.go.id . Bahkan dalam form ilegal tersebut meminta informasi tambahan berupa pertanyaan nama ayah dan ibu kandung layaknya pengisian biodata dalam pembuatan akun rekening. Tim Humas BPS telah bergerak cepat dengan menghubungi pihak Google untuk mentakedown tautan Google form tersebut. Bukan tidak mungkin hingga akhir pengisian Sensus Penduduk Online pada 31 Maret 2020 nanti, akan ada banyak kasus bermunculan terkait penyalahgunaan momen sensus penduduk ini.

Haruskah kita tetap percaya untuk memberikan data pribadi di dunia maya ?

Untuk menjawab keraguan yang sedang menghantui berbagai kalangan masyarakat ini, tentu sikap waspada dan hati-hati menjadi poin penting. Jangan sampai niat baik untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa, digunakan untuk kepentingan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Literasi sebanyak-banyaknya sangat diperlukan bagi masyarakat untuk tetap waspada namun bukan berarti menutup diri. Jika tidak diberangi dengan kemampuan seseorang untuk menggunakan potensi dan keterampilan dalam mengolah dan memahami informasi maka berbagi data pribadi merupakan sebuah bencana besar. Terbaru laporan dari The Atlantic menyebutkan bahwa data dari satu akun profil media sosial setara US$0,005. Bahkan untuk mega perusahaan sekelas Google dan Facebook yang tanpa disadari memiliki data pribadi kita, dilaporkan dapat memperoleh untung masing-masing US$5 dan US$20 dari tiap akunnya. Untuk kasus kecil di dalam negeri, beberapa waktu lalu ditemukan sebuah grup media sosial bernama Dream Market Official yang bebas memperjualbelikan jutaan data pribadi orang-orang dalam NIK dan KK. Tentu saja informasi nama lengkap, nomor telepon, kemampuan finansial hingga nama ibu kandung merupakan informasi empuk bagi tenaga pemasaran kartu kredit dan paket-paket finansial lainnya.

Dengan proses literasi yang apik, kita menjadi tahu pola-pola kejahatan yang menggangu kemanan data pribadi seseorang. Ada beberapa modus yang perlu dikenali diataranya adalah mencegah penjahat online untuk berpura-pura menjadi orang lain di dunia maya. Hal ini lah yang paling merugikan dari bocornya keamanan data pribadi seseorang. Kasus pencemaran nama baik, pencurian dan perampokan, penganiayaan hingga peminjaan dana usaha palsu umumnya dimulai dari kebocoran data pribadi di dunia maya. Tanpa sadar pengunaan media sosial dan berbagai aplikasi yang meminta perizinan terhadap akses kamera, galeri dan informasi lainnya menjadi bumerang bagi pengguna. Di era serba digital ini, kita tidak pernah tahu apa yang akan tejadi di masa depan. Sekalipun dirasa tidak memiliki informasi apa pun yang patut disembunyikan, kita tetap harus berjaga-jaga. Perbanyak literasi dalam berbagi data pribadi sudah menjadi kebutuhan wajib, apalagi saat ini banyak perusahaan/instansi tempat seseorang berkarier mengecek data pribadi para pegawainya di media sosial guna melihat reputasi mereka selama ini. Oleh karena itu, bersikap bijak dalam membagikan data pribadi sangatlah penting.

Akhirnya, saat negara membutuhkanmu untuk memperbaharui datamu sendiri lewat Sensus Penduduk Online, kita perlu bergegas dan tidak boleh ragu. Hampir seluruh pimpinan daerah hingga presiden telah mengisi datanya sendiri lewat sensus.bps.go.id. BPS sebagai penyelenggara kegiatan bertanggung jawab penuh atas kerahasiaan data pribadi seluruh warganya yang telah melakukan pengisian mandiri secara online. Kewenangan ini telah diatur secara resmi oleh UU no. 16 tahun 1997 tentang Statistik. Sekarang saatnya kita dan gadget kita menjadi pemain penting dalam pembangunan bangsa di masa depan. Mari bersama mencatat Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *