Situasi Kependudukan Bangka Belitung Hasil Sensus Penduduk 1961-2010

Hari Statistik Nasional (HSN) diperingati setiap tanggal 26 September. Untuk menyambut HSN tahun ini, tulisan ini mencoba menguraikan situasi kependudukan di Bangka Belitung hasil sensus penduduk tahun 1961 sampai 2010 dan implikasinya bagi strategi pembangunan masa depan Bangka Belitung (Babel).

Tahun 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) akan melaksanakan sensus penduduk. Sensus penduduk dilakukan setiap 10 tahun sekali dan dilakukan di tahun berakhiran 0. Pasca kemerdekaan, Indonesia telah melaksanakan enam kali sensus penduduk yaitu tahun 1961, 1971, 1980, 1990, 2000 dan terakhir tahun 2010. Sensus penduduk tahun 2020 merupakan sensus penduduk yang ke tujuh.

Analisis demografi yang didasarkan pada hasil sensus penduduk dapat menjadi dasar bagi kita untuk menyusun strategi masa depan dengan baik. Situasi kependudukan hasil Sensus penduduk yang pertama tahun 1961 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Babel sebanyak 414.297 jiwa dan terus bertambah hingga mencapai 1,5 juta jiwa di tahun 2020. Ada tambahan sekitar 1,1 juta penduduk dalam kurun waktu 59 tahun. Distribusi penduduk menurut pulau relatif stabil. Tahun 1961, Pulau Bangka menjadi tempat tinggal bagi 60,74 persen penduduk Babel. Hingga tahun 2020, distribusi penduduk Pulau Bangka mengalami kenaikan menjadi 78,55 persen. Hal ini disebabkan migran masuk ke Pulau Bangka bertambah setiap tahun. Sensus penduduk tahun 1961, Babel saat itu masih tergabung dengan Provinsi Sumatera Selatan.
Sepuluh tahun kemudian (SP 1971) jumlah penduduk Babel bertambah 93 ribu menjadi 507.486 jiwa atau dengan tingkat pertumbuhan penduduk 2,25 persen per tahun. 20 tahun kemudian (SP 1990) penduduk Babel menjadi 819.882 jiwa. Di awal berdirinya provinsi ini (SP 2000), penduduknya hanya 900.197 jiwa. Namun 10 tahun kemudian (SP 2010) bertambah sebanyak 323 ribu dengan tingkat pertumbuhan menjadi 3,14 persen per tahun. Padahal dari SP 1961 sampai SP 2000, pertumbuhan penduduk Babel hanya sekitar dua persenan. Hal ini tentu saja dipengaruhi banyaknya pendatang yang mengadu nasib ke Babel karena dikeluarkannya izin tambang rakyat tahun 1998. Hasil SP 2010, sebanyak 280.298 penduduk (22,9 persen) merupakan migran yang berasal dari luar Babel.
Struktur umur penduduk Babel masih didominasi oleh usia produktif (15-64 tahun) dengan jumlah mencapai 1,048 juta jiwa. Jauh melampaui jumlah penduduk usia muda (0-14 tahun) sebanyak 397,7 ribu jiwa dan penduduk lanjut usia (65 tahun ke atas) sebanyak 71,7 ribu jiwa.

Rasio ketergantungan mencapai angka 44,5 yang bermakna bahwa setiap 100 penduduk usia produktif akan menanggung 45 penduduk usia nonproduktif. Rasio ketergantungan tahun 2019 merupakan yang terendah selama ini, menandai kita sedang memasuki periode bonus demografi. Rasio ketergantungan akan terus mencetak rekor terendah hingga 2035 dan setelahnya diproyeksikan terus naik.

Struktur umur penduduk berubah. Jumlah penduduk usia 0-14 tahun relatif stabil, tetapi cenderung turun sebagai konsekuensi penurunan angka kelahiran (total fertility rate). Penduduk usia produktif terus meningkat, dengan proporsi peningkatan yang makin membesar. Sebaliknya, jumlah lansia juga meningkat sebagai konsekuensi membaiknya usia harapan hidup. Periode puncak bonus demografi yang sering diistilahkan sebagai jendela peluang (the window of opportunity) Babel terjadi lebih awal daripada nasional. Menurut proyeksi penduduk hasil SP 2010, periode bonus demografi Indonesia akan terjadi pada 2015-2035 yang ditandai dengan rasio ketergantungan terendah sebesar 46,9. Adapun bonus demografi Babel terjadi lebih awal di tahun 2010-2035, bahkan dengan rasio ketergantungan yang lebih rendah, sebesar 43,1.

Bonus demografi Babel akan berlangsung lebih lama dari nasional. Jika pada proyeksi penduduk sebelumnya bonus demografi diproyeksikan berlangsung selama tahun 2010 hingga 2042, proyeksi terbaru menunjukkan bahwa bonus demografi akan berakhir lebih cepat. Tentu harus ada respons yang tepat dari pemerintah terhadap informasi di atas. Rencana pembangunan yang didesain harus mampu secara nyata mentransformasi bonus demografi menjadi bonus ekonomi.

Melimpahnya penduduk usia produktif harus bermanfaat nyata bagi peningkatan kesejahteraan penduduk. Selain itu, periode bonus demografi yang lebih pendek mengharuskan kita bekerja lebih cepat untuk meraih manfaat sebelum bonus demografi berakhir. Transformasi bonus demografi menjadi bonus ekonomi akan terwujud jika penduduk usia produktif yang termasuk angkatan kerja dapat bekerja secara layak dan sejahtera.

Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS pada Agustus 2018 menunjukkan terdapat 727,9 ribu penduduk Babel yang termasuk kelompok angkatan kerja. Sebanyak 349.817 (48,06 persen) bekerja di sektor informal dan sisanya bekerja di sektor formal dengan tingkat pendidikan pekerja rata-rata hanya tamatan SD ke bawah. Mereka yang bekerja di sektor informal hampir sama dengan yang bekerja di sektor formal. Jika ingin pekerja kita bekerja lebih layak dan sejahtera, proporsi pekerja di sektor formal harus ditingkatkan. Caranya dengan memperbaiki daya saing sehingga mampu mendorong peningkatan investasi di sektor formal.

Di era Revolusi Industri 4.0, daya saing sangat ditentukan kemampuan berinovasi. Revolusi Industri 4.0 dipicu oleh revolusi digital dan teknologi informasi yang berkembang sejak awal 2000. Memudahkan orang untuk mengakses informasi dan pengetahuan, mempromosikan produknya, dan melakukan ekspansi pasar. Namun, Revolusi Industri 4.0 juga menciptakan tantangan di era bonus demografi karena ancaman untuk terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri juga meningkat.

Pekerja dituntut memiliki kompetensi kerja yang tinggi atau akan tersisih. Tantangan ini berpotensi menjadi ancaman bagi bonus demografi jika kita tidak segera membangun SDM dengan kompetensi inovasi. Inovasi bersumber dari pengetahuan baru dan lulusan terlatih yang dihasilkan sekolah dan universitas. Sistem pendidikan harus menghasilkan manusia unggul yang berkarakter, inovatif, dan berbakat tinggi. Pendidikan tidak sekadar mengajarkan siswanya agar lulus ujian. Pendidikan harus mendidik siswa untuk mampu memecahkan masalah, mengambil keputusan, berpikir kritis dan kreatif, memiliki kecerdasan emosi, dan mampu menjadi pribadi berkarakter.

Jika daya saing meningkat, investasi juga akan meningkat, kesempatan kerja di sektor formal terbuka lebar, memberi kesempatan bagi penduduk usia produktif kita untuk dapat bekerja dan menciptakan lapangan kerja yang layak. Dengan demikian, kita akan mampu mentransformasikan bonus demografi menjadi bonus ekonomi untuk menciptakan kesejahteraan yang berkeadilan sosial.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *