Generasi Micin

Belakangan ini, kita sering mendengar isitilah ‘generasi micin’ yang sering di perbincangkan oleh anak-anak muda zaman now baik melalui media sosial maupun perbincangan sehari-hari. Bahkan tidak jarang, seseroang menyalahkan micin atau vetsin ketika gagal memahami sesuatu hal.

Micin atau Monosodioum Glutamat (MSG) merupakan bahan makanan yang digunakan sebagai penyedap rasa. Makanan yang mengandung MSG banyak ditemui pada makanan siap saji atau yang bersifat instant. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), 99,29 persen penduduk Indonesia mengkonsumsi makanan jadi dalam seminggu terakhir (Susenas, 2018). Tingginya persentase penduduk yang mengkonsumsi makanan jadi menunjukan bahwa penduduk saat ini lebih menyukai sesuatu yang praktis, mudah, dan gampang diperoleh. Padahal kandungan gizi pada makanan jadi belum tentu sehat untuk tubuh.

Makanan merupakan sumber energi yang dibutuhkan manusia untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Bahkan menurut Abraham Maslow, makanan termasuk kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi oleh manusia. Disamping itu, makanan dan gizi merupakan komponen yang erat dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pola konsumsi yang baik harus diikuti oleh kecukupan gizi yang baik, sehingga makanan yang di makan menjadi berkualitas dan terhindar dari berbagai penyakit kronis atau penyakit tidak menular (PTM).

Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi ke-10 tahun 2012 menetapkan bahwa setiap harinya seseorang membutuhkan angka kecukupan energi (AKE) sebesar 2150 kkal dan angka kecukupan protein (AKP) sebesar 57 gram. Pada tahun 2018, rata-rata kalori per hari penduduk Babel sebesar 2.137,94 kkal per orang dan rata-rata protein per hari sebesar 64,25 gram per orang (Susenas Maret 2018). Jika dilihat rata-rata penduduk Babel masih belum memenuhi AKE, sedangkan untuk AKP sudah terpenuhi tubuh per harinya. Pola konsumsi yang tidak baik menyebabkan gizi yang dibutuhkan tubuh menjadi tidak optimal dan berdampak pada kesehatan. Gizi yang buruk menjadi salah satu faktor seseorang terksenan resiko PTM seperti penyakit kardiovaskular (penyakit jantung, hipertensi, dan stroke), diabetes serta kanker. Lebih dari separuh dari semua kematian di Indonesia berasal dari PTM [Depkes, 2008].

Menurut data BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, pada tahun 2018 rata-rata konsumsi penduduk Babel untuk makanan jadi sebesar Rp. 186.100 per orang per bulan. Jika dalam satu keluarga terdiri dari 5 (lima) orang, maka rata-rata konsumsi per bulan untuk makanan jadi sebesar Rp. 930.500. Konsumsi makanan jadi ini tidak hanya untuk makanan yang berada di restoran dengan harga mahal tapi seluruh makanan yang tidak di masak sendiri seperti gorengan, martabak, bakso, mpek-mpek, tekwan, dan sebagainya. Bahkan sekarang ini, seseorang pun tidak perlu takut jika tidak bisa masak karena saat ini telah tersedia berbagai bumbu siap saji seperti bumbu ayam goreng, nasi goreng, dan sebagainya.

Pengeluaran untuk konsumsi makanan jadi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam 3 (tiga) tahun terakhir ini terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2016 rata-rata pengeluran per bulan untuk makanan jadi sebesar Rp. 130.629 per orang, naik menjadi Rp. 171.547 per orang pada tahun 2017, dan 186.100 per orang pada tahun 2018. Melihat tren yang terus meningkat menunjukkan masyarakat mulai menyukai hal yang ringkas dan mudah. Dalam setiap minggu, 1 (satu) keluarga akan menyempatkan membeli makanan jadi diluar ntah untuk cemilan, sarapan, atau makan.

Perubahan Pola Konsumsi

Konsumsi makanan berhubungan erat dengan pendapatan rumah tangga. Menurut Partadireja (1990) besaran pengeluaran konsumsi penduduk berubah-ubah mengikuti tingkat pendapatan rumah tangga. Pendapatan rumah tangga yang tinggi akan diikuti oleh konsumsi rumah tangga yang tinggi, jadi apabila pendapatan rumah tangga menurun maka konsumsi rumah tangga akan menurun.

Hal ini sesuai dengan teori Ernst Engel bahwa pendapatan yang tinggi akan diikuti dengan perubahan pola hidup, dimana seseorang tidak akan menghabiskan pendapatannya untuk makanan tapi lebih ke arah pengalaman. Hal ini bisa dilihat pada kota Pangkalpinang yang memiliki pendapatan perkapita tertinggi dibandingkan kabupaten lainnya, yaitu penduduk kota pangkalpinang menghabiskan 46,93 persen atau setara Rp. 801.102 per orang untuk konsumsi makanan dan 61,12 persen atau setara Rp. 1.043.349 per orang untuk konsumsi bukan makanan. Pengalaman bisa diperoleh melalui liburan, menonton, dan rekreasi lainnya. Pengalaman mempunyai definisi yang berbeda-beda bagi setiap orang.
Revolusi 4.0 yang membawa manusia dan teknologi (internet) saling berdampingan, secara tidak langsung mengubah pola konsumsi masyarakat. Perubahan ini tidak hanya berlaku kepada masyarakat yang berpendapatan tinggi saja tetapi seluruh lapisan pendapatan. Pola konsumsi secara tidak langsung terbentuk melalui perkembangan teknologi dan media sosial yang berkembang pesat. Mengunggah makanan maupun suasana tempat makan dalam media sosial merupakan salah satu bentuk memperoleh pengalaman. Sehingga tidak jarang saat ini kedai makan bermunculan dengan berbagai inovasi, dan di kemas dengan suasana kekinian ‘instagramable’. Salah satu contoh adalah kedai-kedai kopi yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang telah dikemas dengan suasana yang menarik, nyaman, dan kekinian.

Pola Gizi Seimbang

Perubahan pola konsumsi masyarakat yang senang mengkonsumsi makanan jadi terdapat sisi positif dan negatifnya. Makanan yang diperoleh dengan cara memasak sendiri jauh lebih sehat dibandingkan membeli makanan jadi. Hal ini bukan bermaksud bahwa mengkonsumsi makanan jadi merupakan tindakan yang salah, tetapi dalam mengkonsumsi makanan jadi pun kita harus melihat sisi kesehatannya. Tubuh manusia memerlukan asupan gizi yang berkualitas.

Penerapan pola gizi seimbang yang telah diimplementasikan oleh pemerintah Indonesia sejak 1955 merupakan cara yang diterapkan agar pola konsumsi masyarakat berkualitas. Kementerian kesehatan pun gencar mensosialisasikan melalui gerakan masyarakat (germas) terkait pola hidup sehat seperti pesan gizi seimbang atau isi pringku yang banyak di temui di jalan melalui baliho atau pamflet. Penerapan pola makan gizi seimbang terdiri dari mengkonsumsi makanan beragam, yang terdiri dari karbohidrat, protein hewani-nabati, sayur-sayuran, buah-buahan, dan minum air 8 gelas sehari.

Pola konsumsi yang sehat pun harus diikuti dengan tindakan yang sehat seperti membiasakan perilaku hidup bersih, melakukan aktivitas fisik, mempertahankan dan memantau berat badan normal. Mari kita mulai dan biasakan hidup sehat dimulai dari diri kita, dan lingkungan terdekat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *