Tantangan Pembangunan Manusia di Babel

Indonesia harus bekerja keras meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan skor Indeks Modal Manusia 2017 di bawah rata-rata dunia. Di dalam Indeks Modal Manusia (IMM, Human Capital Index) 2017 yang diumumkan Bank Dunia, dalam pertemuan tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional di Bali, nilai indeks Indonesia 0,53 sementara rata-rata dunia 0,57 (Kompas, 13/10/2018).

Pembangunan infrastruktur memang sedang pesat dibangun pada era Presiden Jokowi-JK. Namun, negeri ini bakal terbebani SDM yang tidak berkualitas seandainya saat ini menomorduakan investasi SDM. Indonesia akan segera menyongsong era bonus demografi beberapa tahun ke depan. Ini menjadi tantangan apakah kita siap lepas landas menuju negara maju atau justru sebaliknya, tertimpa bencana demografi. Dalam perspektif itulah kita harus fokus pada investasi SDM, yang meliputi pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial. Ketiganya paling berpengaruh dalam memangkas kesenjangan kesejahteraan sekaligus mendorong laju pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
Harus jujur diakui bahwa Indonesia masih tertatih-tatih dalam pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial. Data statistik di bidang itu kurang menggembirakan. Bagaimana dengan Bangka Belitung?

Berdasarkan hasil penghitungan Badan Pusat Statistik (BPS), IPM Babel pada 2017 sebesar 69,99. Umur harapan hidup saat lahir mencapai 69,95 tahun. Dari sisi pendidikan, penduduk Indonesia yang berusia 25 tahun ke atas rata-rata menempuh 7,78 tahun masa sekolah atau belum menyelesaikan kelas VIII. Selain itu, rata-rata anak usia 7 tahun yang mulai bersekolah, diperkirakan dapat mengenyam pendidikan hingga 11,83 tahun atau setara dengan Kelas XII atau belum tamat SMA. Pada aspek ekonomi, pengeluaran per kapita mencapai Rp12.066.000/tahun.

Tantangan

Pekerjaan berat yang menanti pemerintah adalah meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM). Dalam satu tahun ke depan, APK SMP/Sederajat harus meningkat sekitar 17 persen. Padahal, dalam enam tahun terakhir APK SMP/Sederajat relatif stagnan pada kisaran 80 persen. Sementara itu, APK perguruan tinggi harus mencapai target 36,70 persen pada tahun 2019. Padahal, APK perguruan tinggi hanya berkisar pada angka 10 persen. APM SMA/Sederajat hanya berkisar pada angka 57 persen. Padahal, target pada 2019 harus mencapai 67,50 persen.

Berdasarkan data Susenas 2018, angka kesakitan (morbiditas) penduduk Babel sebesar 11,41 persen. Kondisi lingkungan dalam mendukung derajat kesehatan ditunjukkan oleh beberapa indikator, antara lain: kepemilikan tempat buang air besar, kondisi sanitasi, dan akses terhadap air minum yang layak, dan jenis lantai terluas. Masih ada 7,43 persen rumah tangga di Babel yang tidak memiliki tempat buang air besar, sekitar 14,36 persen rumah tangga belum menggunakan fasilitas buang air dengan sanitasi layak, 33,17 persen rumah tangga tidak memiliki akses terhadap sumber air minum layak. dan 0,18 persen rumah tangga tinggal di rumah dengan jenis lantai tanah. Hal ini juga terkait dengan tingkat kemiskinan penduduk. Oleh sebab itu peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi hal yang harus dilakukan karena juga berpengaruh langsung terhadap kualitas kesehatan masyarakat.

Berdasarkan data Potensi Desa (Podes) 2018, rata-rata jumlah fasilitas kesehatan meningkat selama periode 2015-2018, namun masih belum menjangkau di semua desa di Babel. Desa/kelurahan dengan penyelenggaraan kegiatan posyandu sebulan sekali meningkat sebesar 2,65 persen dibandingkan tahun 2014, yaitu menjadi 388 desa/kelurahan. Selain itu, jumlah sarana kesehatan juga ada peningkatan, seperti pada keberadaan Rumah Sakit dan Tempat Praktek Dokter. Desa/kelurahan dengan keberadaan Rumah Sakit meningkat sebesar 31,25 persen dibandingkan tahun 2014, yaitu menjadi 21 desa/ kelurahan. Sementara desa/kelurahan dengan keberadaan Tempat Praktek Dokter meningkat sebesar 4,72 persen dibandingkan tahun 2014, yaitu menjadi 111 desa/kelurahan.

Dalam teori Blum (1974), perilaku sehat menyumbang 30 persen dalam mengukur derajat kesehatan manusia. Salah satu contoh perilaku sehat adalah tidak merokok. Berdasarkan data Susenas 2017, penduduk Babel yang merokok sekitar 23,66 persen, dan sebagian besar merokok setiap hari. Angka merokok ini akan lebih besar di wilayah perdesaan dibandingkan dengan di perkotaan. Meskipun hanya kurang dari seperempat penduduk di Babel yang merokok, namun dampaknya tidak hanya pada penduduk yang merokok tetapi juga kepada penduduk di sekitarnya.

Gizi memegang peranan yang sangat penting dalam kesehatan. Saat ini, angka stunting Babel berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 tercatat 28,7 persen. Artinya, tiga dari sepuluh balita di Babel memiliki tinggi badan yang tidak normal sesuai umurnya. Upaya untuk terus menekan prevalensi stunting harus terus dilakukan agar manusia di kemudian hari semakin berkualitas.

Selama periode 2011-2018, jumlah maupun persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan cenderung berkurang. Namun demikian, pergerakan kedua indikator tersebut belum secepat yang diharapkan, terlebih lagi jika melihat kesenjangan kemiskinan di perkotaan dan perdesaan. Pada September 2018, tercatat sebanyak 7,16 persen penduduk miskin di perdesaan dan hanya sekitar 2,78 persen yang berada di perkotaan. Penurunan Gini Rasio (ketimpangan pengeluaran penduduk) Babel dari tahun 2017 hingga 2018 cenderung stagnan dengan ketimpangan yang lebih tinggi di perkotaan dibanding perdesaan. Gini Ratio di daerah perkotaan pada September 2018 sebesar 0,289, naik dibanding Gini Ratio September 2017 yang sebesar 0,288. Sedangkan Gini Ratio di daerah perdesaan pada September 2018 sebesar 0,222 turun dibanding Gini Ratio September 2017 yang sebesar 0,236.

Penurunan kemiskinan yang kurang cepat juga dibarengi dengan punurunan pengangguran yang belum optimal. Pada Agustus 2018, tingkat pengangguran terbuka mencapai 3,65 persen. Mayoritas penganggur berpendidikan SMA/SMK sederajat. Dengan melihat fenomena ini maka terlihat adanya mismatch antara profil lulusan perguruan tinggi dengan kualifikasi tenaga kerja siap pakai yang dibutuhkan perusahaan. Sistem pendidikan dan pilihan jurusan seharusnya menyesuaikan kebutuhan, terlebih lagi tantangan dalam perekonomian global akan memperberat daya saing tenaga kerja dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Perlu kerja keras untuk meningkatkan kualitas SDM. Sudah tiba saatnya Kita tidak melupakan investasi SDM. Bank dunia telah melakukan studi dengan membandingkan 20 negara teratas lebih fokus pada pembangunan SDM dan 20 negara terbawah dalam 25 tahun. Berdasarkan hasil studi itu terdapat korelasi kuat antara peningkatan kualitas SDM dan pertumbuhan ekonomi. Negara berperingkat teratas membukukan pertumbuhan ekonomi tambahan sebesar 1,2 persen pertahun. Investasi SDM yang berjalan beriringan dengan pembangunan infrastruktur niscaya akan menggenjot pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih berkualitas. Sudah saatnya pemerintah membuat strategi pembangunan manusia yang terarah dan terkoordinasi. Kita ingin bonus demografi memberi manfaat yang sebesar-besarnya dan membawa Indonesia menjadi negara maju yang adil makmur sesuai cita-cita kemerdekaan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *