Strategi Menguatkan Indeks Demokrasi Babel

Gubernur Babel kecewa nilai Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2017 turun dari peringkat dua ke peringkat empat. Nilai IDI Babel turun dari 83,00 ke 80,11 dan berada di urutan ke-4 setelah DKI Jakarta, DI Yogyakarta dan Kalimantan Utara. Meskipun nilai IDI Babel turun 2,89 poin, namun capaian kinerja demokrasi di Babel masih berada dalam kategori baik. Hal ini disampaikan oleh Staf Ahli Gubernur bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik, Syahrudin saat rapat koordinasi penguatan IDI Babel (19/2/2019). Pemerintah berharap dapat mempertahankan nilai IDI serta meningkatkan nilai IDI tahun 2018. Lalu, Apakah yang harus dilakukan untuk menguatkan nilai IDI Babel?

PR bersama

Ada beberapa permasalahan yang menjadi tugas bersama untuk menguatkan IDI Babel yaitu: Pertama, berbagai aturan tertulis yang dikeluarkan oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota bertentangan dengan nilai IDI (indikator 5; Aturan tertulis yang membatasi kebebasan atau mengharuskan menjalankan ibadah agama dan indikator 8; Aturan tertulis yang diskriminatif dalam hal gender, etnis, kelompok lainnya), seperti: Peraturan Daerah Kota Pangkalpinang Nomor 02 Tahun 2005 tentang Ketertiban Umum, Peraturan Bupati Bangka Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pengaturan Aktivitas Penganut, anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Kabupaten Bangka, Peraturan Walikota Pangkalpinang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pedoman Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB]) TK, SD/SDLB, SMP/SMPLB, SMA/SMALB/SMK di Kota Pangkalpinang Tahun Ajaran 2013/2014 diperbaharui dengan Peraturan Walikota Nomor 21 Tahun 2014 tentang Pedoman Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB]) TK, SD/SDLB, SMP/SMPLB, SMA/SMALB/SMK di Kota Pangkalpinang Tahun Ajaran 2014/2015, Peraturan Bupati Belitung Nomor 20 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Belitung Nomor 19 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Usaha Hiburan, Rumah Makan dan Rekreasi pada Bulan Ramadhan dan Hari-Hari Besar Keagamaan. Aturan tersebut akan selalu dimasukkan ke dalam indikator IDI setiap tahun selama belum dicabut/direvisi. Adanya aturan tersebut mengurangi nilai Indeks Demokrasi Babel. Aturan tertulis tersebut selalu disampaikan pada saat FGD IDI agar dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah.
Kedua, Penyelenggaran Pemilu legislatif di 2019 akan berpengaruh pada nilai IDI selama 5 tahun ke depan. Indikator yang berkaitan dengan kegiatan Pemilu legislatif antara lain indikator 11 (Kejadian di mana hak memilih atau dipilih masyarakat terhambat), 12 (Kejadian yang menunjukkan ketiadaan/kekurangan fasilitas sehingga kelompok penyandang cacat tidak dapat menggunakan hak memilih), 13 (Kualitas Daftar Pemilih Tetap), 14 (Persentase penduduk yang menggunakan hak pilih dibandingkan dengan yang memiliki hak untuk memilih dalam pemilu, 18 (Kejadian yang menunjukkan keberpihakan KPUD dalam penyelenggaraan pemilu), dan 19 (Kejadian atau pelaporan tentang kecurangan dalam penghitungan suara). Nilai pada indikator-indikator tersebut akan tetap sama selama 5 tahun hingga pemilu legislatif berikutnya. Oleh karena itu, perlu adanya pengawasan yang ketat dalam penyelenggaan Pemilu 2019 untuk menperbaiki nilai IDI 5 tahun ke depan.

Ketiga, Indikator 17 (Pengaduan masyarakat mengenai penyelenggaraan pemerintahan) pada hasil koding Koran Babel Pos masih kurang. Berita pada koran Babel Pos lebih banyak mengangkat keluhan masyarakat yang disampaikan oleh anggota DPRD, sementara berita terkait keluhan langsung dari masyarakat cukup minum. Pengaduan yang ditangkap pada indiaktor 17 adalah pengaduan secara langsung dari masyarakat. Hingga saat ini tidak ada Kolom Pengaduan atau Suara Pembaca pada koran harian Babel Pos, padahal hal tersebut dapat meningkatkan nilai indikator 17.

Keempat, berdasarkan nilai IDI 2017, peran DPRD (indikator 20; alokasi anggaran pendidikan dan kesehatan, indikator 21; perda inisiatif, dan indikator 22; rekomendasi DPRD) pada tahun 2017 sudah cukup baik dan diharapkan nilainya juga tetap baik pada 2018. Namun perlu diperhatikan bahwa IDI hanya menangkap dari segi “jumlah” tanpa memandang efektivitas peran dari DPRD.

Kelima, minimnya kegiatan kaderisasi partai sehingga nilai pada indikator ini masih rendah. Banyaknya kegiatan kaderisasi yang dilakukan oleh parpol dapat meningkatkan nilai IDI.
Keenam, Indikator 26 (Upaya penyediaan informasi APBD oleh pemerintah daerah) dari 12 dokumen yang seharusnya di upload, namun belum ada satupun yang di upload pada situs https://babelprov.go.id. Hal ini mengindikasikan belum ada upaya dari pemerintah daerah terkait adanya transparansi anggaran. Untuk memperbaiki nilai IDI Babel tahun 2018, pemerintah daerah melalui Badan Keuangan Daerah Babel menyediakan informasi APBD yang diupload di situs tersebut.

Ketujuh, kejadian pada indikator-indikator lainnya yang berasal dari masyarakat sulit untuk dikendalikan karena tergantung dari kasus yang muncul di masyarakat.IDI bukan tujuan akhir, tetapi alat untuk mencapai tujuan akhir melalui pemanfaatan indeks yang telah dihasilkan.

Jika IDI meningkat, citra Babel semakin hari akan semakin bagus. Tahun 2016, penilaian IDI Babel cukup baik dan mendapatkan penghargaan dari Mendagri. Perlu kerja keras anggota Pokja IDI dalam menyamakan persepsi dan mencari gagasan baru dalam rangka meningkatkan indeks demokrasi. Pasalnya indikator penilaian sangat dinamis, sehingga nilai bisa turun sewaktu-waktu. Jika tidak meningkat, kita berharap bisa mempertahankan. Namun penilaian ini tidak hanya tergantung dengan institusi di pemprov. Sebab kebijakan di kabupaten/kota serta peran berbagai stakeholder terkait juga mempengaruhi indeks ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *