Membangun Pertanian, Membangun Desa

Pemerintah terus berupaya melakukan pembangunan desa. Untuk memperkuat perekonomian desa, pemerintah mengalokasikan dana desa hingga puluhan triliun rupiah. Alokasi dana desa meroket tiga kali lipat sejak digulirkan pada 2015. Alokasi dana desa meningkat dari Rp 20,7 triliun pada 2015 menjadi Rp 60 triliun pada 2018. Diharapkan dana tersebut bisa terus menekan angka kemiskinan di perdesaan. Saat ini persentase kemiskinan di perdesaan Bangka Belitung sebesar 7,76 persen. Selama periode Maret 2015 sampai Maret 2018, jumlah penduduk miskin di perdesaan turun sebanyak 0,98 ribu orang (dari 53,96 ribu orang pada Maret 2015 menjadi 52,18 ribu orang pada Maret 2018).

Masyarakat perdesaan selalu identik dengan pertanian. BPS mencatat penduduk Bangka Belitung paling banyak bekerja di sektor pertanian dan lebih dari 54 persen penduduk di perdesaan mengandalkan sektor pertanian sebagai lapangan pekerjaan utama. Sudah seharusnya pertanian menjadi perhatian utama dalam pembangunan. Dalam hal ini petani sebagai subyek pembangunan harus disejahterakan kehidupannya. Tetapi belum ada satupun program pembangunan yang mampu memberi jaminan kepada mereka yang memilih petani sebagai profesi yang mensejahterakan. Dana desa yang diformulasikan untuk mendukung percepatan pengentasan kemiskinan yang ada di desa belum mampu menyentuh kesejahteraan petani.

Di tengah gelontoran dana desa, ternyata tingkat kesejahteraan petani belum terdongkrak. Nilai Tukar Petani (NTP) sepanjang 2018 berada di bawah 100. Artinya, pendapatan petani tidak cukup untuk menutupi kebutuhan biaya produksi dan konsumsi petani. Bahkan sejak awal tahun 2018, NTP berada di bawah 90 yang diwarnai dengan gejolak harga kebutuhan pokok serta turunnya harga komoditas-komoditas pertanian (karet, lada, sawit) ikut memperburuk usaha pertanian.

Dengan telah disahkannya Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa maka Desa menjadi prioritas pembangunan yang diawali dengan Nawacita ketiga Pemerintahan Presiden Jokowi-JK. Terdapat dua hal menarik terkait dengan pembangunan desa Pertama oleh Kementerian/Lembaga serta berbagai pemangku kepentingan terkait ternyata jumlahnya sangat banyak dan beragam, namun beberapa program belum mampu menjawah atau belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa serta belum mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa). Tidak dapat dipungkiri bahwa desa-desa di Indonesiapun masih banyak yang belum memiliki RPJM Desa dan RKP Desa. Salah satu penyebab ketidaksinkronan pembangunan desa tersebut adalah karena Kementerian/Lembaga dan pemangku kepentingan terkait pembangunan desa tidak memiliki informasi yang memadai terkait kondisi dan kebutuhan desa tersebut.

Kedua, saat ini pembangunan desa yang dilaksanakan belum didasarkan pada suatu acuan baku berupa standar pelayanan minimal desa. Standar Pelayanan Minimal Desa (SPM Desa) merupakan hak masyarakat desa terhadap pelayanan-pelayanan sebagai warga yang harus disediakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, kabupaten/kota, dan pemerintah desa di Desa. Sampai saat ini SPM Desa dengan lingkup nasional masih belum tersedia. Meskipun demikian, sudah sewajarnya apabila pemerintah daerah maupun pemerintah desa menetapkan standar pelayanan minimal desa terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat desanya.

Indeks Pembangunan Desa

Pendataan Potensi Desa (PODES) 2018 telah usai dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Berdasarkan hasil Podes 2018, di Bangka Belitung tercatat 47 kecamatan, 309 desa dan 82 kelurahan. IPD terdiri dari lima (5) dimensi yaitu 1) Pelayanan Dasar, 2) Kondisi Infrastruktur, 3) Aksesibilitas/Transportasi, 4) Pelayanan Umum, dan 5) Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. BPS melakukan penghitungan IPD yang menunjukkan tingkat perkembangan desa dengan kategori tertinggal, berkembang, dan mandiri. IPD adalah indeks komposit yang menggambarkan tingkat kemajuan atau perkembangan desa pada suatu waktu. Semakin tinggi IPD menunjukkan semakin mandiri desa tersebut.

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki nilai rata-rata Indeks Pembangunan Desa sebesar 66,06 (IPD 2014 sebesar 63,92), berada di atas nilai rata-rata IPD nasional. Dengan jumlah desa sebanyak 309 desa, sebanyak 4 desa (1,30%) dalam kategori desa tertinggal, 274 desa (88,67%) dalam kategori desa berkembang dan sisanya sebanyak 31 desa (10,03%) dalam kategori desa mandiri. Berdasarkan nilai rata-rata indeks masing masing dimensi, Bangka Belitung memiliki nilai rata-rata indeks terendah pada dimensi kondisi infrastruktur dengan nilai rata-rata indeks sebesar 55,87. Untuk dimensi pelayanan dasar nilai rata-rata indeks adalah sebesar 58,35 (turun dari kondisi 2014 yang sebesar 60,96), dimensi pelayanan umum sebesar 63,39 dan dimensi penyelenggaraan pemerintahan sebesar 65,76.

Pembangunan Desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan. Indeks Pembangunan Desa (IPD) disusun sebagai upaya mengakomodasi beberapa aspek pemenuhan SPM. IPD merupakan suatu ukuran kemajuan atau perkembangan desa di Indonesia.

Pembangunan desa harus mampu mengaplikasikan kebutuhan petani dan menjual hasil panennya dengan harga yang wajar. Kalau ingin kesejahteraan petani meningkat, pengelolaan pertanian dan pemasaran hasil pertanian semestinya dapat dilakukan dengan baik sehingga mampu memperkuat pertanian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perdesaan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *