Determinan Tingkat Pengangguran Terbuka Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Kepulauan Riau Dengan Metode Geographically Weighted Panel Regression (GWPR)

Abstrak: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Kepulauan Riau berada pada posisi tertinggi kedua nasional tahun 2022 yaitu sebesar 8,23 persen setelah Jawa Barat. Sebagai provinsi dengan daerah kepulauan, tentunya efek geografis berpengaruh terhadap keadaan ketenagakerjaan di Provinsi Kepulauan Riau. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap TPT pada kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Riau. Model Geographically Weighted Panel Regression (GWPR) digunakan untuk mengakomodasi pengaruh efek geografis atau spasial tersebut. Model yang dihasilkan sudah baik dengan koefisen determinasi sebesar 77,957 persen. Determinan TPT berbeda- beda untuk masing-masing wilayah kabupaten/kota. Determinan yang mempengaruhi TPT di Kabupaten Bintan, Kota Tanjungpinang, dan Kabupaten Lingga adalah pertumbuhan ekonomi. TPT Kota Batam dipengaruhi oleh variabel distribusi penduduk dan Upah Minimum Regional (UMR). Di Kepulauan Anambas, distribusi penduduk dan persentase penduduk miskin berpengaruh signifikan terhadap TPT. Di Kabupaten Karimun, variabel distribusi penduduk, Harapan Lama Sekolah (HLS), UMR, dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran. Sementara distribusi penduduk, HLS, UMR dan persentase penduduk miskin berpengaruh signifikan terhadap TPT di Kabupaten Natuna. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau perlu memperhatikan fokus pembangunan yang berbeda-beda di masing- masing kabupaten/kota dalam upaya menurunkan TPT.

Kata Kunci: Tingkat Pengangguran Terbuka, GWPR, Spasial

Download Artikel

Mampukah Jakarta Bertransformasi Menjadi Green City?

Sebagai kota metropolitan yang menyandang status “daerah khusus”, sudah selayaknya Jakarta bertransformasi menjadi Green City. Namun, hingga saat ini Jakarta masih diwarnai dengan kepadan penduduk dan kemacetan lalu lintas yang menyebabkan kualitas udara di Jakarta memburuk. Lantas, apakah Jakarta masih berpotensi untuk bertransformasi menjadi Green City?

Kepadatan penduduk dan kemacetan lalu lintas merupakan polemik yang hingga saat ini masih harus dihadapi Jakarta. Kepadatan penduduk Jakarta bertambah lebih dari seribu orang per  kilometer persegi (km2) dalam tiga belas tahun terakhir (BPS, 2022). Menurut data Badan Pusat Statistik, tingkat kepadatan penduduk ibukota masih 14.506 orang per km2 pada 2010. Selanjutnya, angkanya naik menjadi 16.084 per km2 pada 2022. Naiknya kepadatan penduduk Jakarta diiringi dengan kondisi jalanan yang kian macet. Pada tahun 2017 hingga 2021, BPS (2021) mencatat bahwa jumlah kendaraan bermotor di Jakarta konsisten mengalami peningkatan sekitar satu juta unit pertahun dengan pertumbuhan pertahun sebesar 3,67 persen. Berdasarkan laporan TomTom Traffic Index, Jakarta termasuk sepuluh kota besar termacet sedunia pada tahun 2022.

Pada saat terjadi kemacetan lalu lintas, jumlah intensitas kendaraan di jalan meningkat, serta emisi gas buang juga bertambah dan menyebabkan terjadinya pencemaran udara. Pencemaran udara menyebabkan memburuknya kualitas udara di Jakarta saat ini. Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir, indeks kualitas udara (AQI) di Jakarta berada pada angka 129 atau masuk kategori tidak sehat dengan polusi udara PM 2,5 dan nilai konsentrasi 47 mikrogram per meter kubik. BPS (2022) juga mencatat bahwa indeks kualitas udara di Jakarta berfluktuasi dan cenderung menurun. Grafik 1 menunjukkan bahwa indeks kualitas udara pada tahun 2020 mencapai 66,69, menurun sebanyak 12,09 poin dibandingkan tahun 2015 yang mencapai 78,78. Bahkan, indeks kualitas udara DKI Jakarta pada tahun 2020 sekitar 20 poin lebih rendah dibandingkan nasional. Dengan capaian tersebut, tidak mengherankan apabila Jakarta berhasil menduduki posisi kota dengan udara terburuk keenam dan kota paling polutif ketiga di level dunia pada tahun 2023.

Untuk meminimalisir polusi udara yang ditimbulkan oleh kemacetan lalu lintas sebagai langkah transformasi Green City, Pemerintah telah memfasilitasi masyarakat dengan membangun transportasi publik. Saat ini, Pemerintah Pusat telah membangun moda transportasi tanpa masinis yaitu Lintas Rel Terpadu (LRT) Jabodetabek dengan menelan anggaran sebanyak Rp 32,6 triliun. Pemerintah juga telah membangun Moda Raya Terpadu (MRT) Fase dua sebagai salah satu moda transportasi umum. MRT diestimasikan selesai pada 2029 dengan menelan biaya sekitar Rp 25,3 triliun.

Realitanya, untuk mewujudkan kota hijau yang ramah lingkungan, Pemerintah juga memerlukan biaya yang tidak sedikit. Lantas, apakah perekonomian Jakarta mampu mendukung pembangunan tersebut?

Kesiapan Ekonomi Jakarta Mewujudkan Green Cjty

Kuartal pertama 2023, ekonomi Jakarta terus mencatat pertumbuhan positif. Ekonomi Jakarta triwulan 1 2023 tumbuh 4,95 persen (y-on-y). Selanjutnya, pada triwulan 2 2023, pertumbuhan ekonomi Jakarta mencapai 5,13 persen dibandingkan triwulan 2022 (BPS, 2023).

Perekonomian Jakarta yang tumbuh positif nyatanya di-support oleh surplus pembiayaan keuangan. Surplus tersebut berasal dari realisasi pendapatan daerah yang melebihi belanja daerah. Grafik 3 menjelaskan posisi keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) regional DKI Jakarta yang cenderung mengalami surplus setiap tahunnya. Meskipun kinerja APBD membukukan defisit sebesar 130,88 milyar pada 2022, namun kinerja positif APBD tercatat surplus pada tahun 2020 dan 2021. Bahkan, surplus APBD regional Jakarta per September 2023 melejit hingga mencapai Rp 11,67 triliun.

Kondisi perekonomian Jakarta yang terbilang baik merupakan modal awal untuk mewujudkan Green City. Saat ini, Pemerintah telah membangun moda transportasi umum untuk menginisasi pembangunan ramah lingkungan sebagai prasyarat terwujudnya Green City. Namun, untuk mewujudkan Green City, tidak hanya dibutuhkan kesiapan dari sisi ekonomi, tetapi pola tatanan kehidupan masyarakat juga harus bersahabat dengan lingkungan. Untuk mewujudkan keberhasilan pembangunan Green City, diperlukan kesadaran etika masyarakat untuk mengelola lingkungan dengan baik. Setidaknya, masyarakat dapat melakukan langkah sederhana dengan mengubah perilaku ramah lingkungan dalam keseharian. Masyarakat dapat mengambil peran sebagai bagian dari Green Society untuk mewujudkan terciptanya Green City. Hal sederhana yang dapat dilakukan adalah beralih menggunakan moda transportasi umum atau berjalan kaki untuk mengurangi polusi udara dari kendaraan bermotor. Dengan meningkatnya kesadaran berperilaku ramah lingkungan, Jakarta berpeluang untuk dapat bertransformasi menjadi Green City (*).

IKN sebagai Kota Ramah Perempuan : Harapan ASN Kartini Saat Ini

Peluang dan kesempatan menjadi harapan semua orang, khususnya Kaum Perempuan. Berkaca dengan pandangan dan kegigihan Kartini, setiap perempuan tentunya berharap mendapat kesempatan dan peluang yang sama dengan laki-laki.

Belum lama ini, tepatnya tanggal 21 April, kita baru memperingati Hari Kartini. Berkat kegigihan dan pandangan Kartini mengenai emansipasi, perempuan berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki. Terbukti hingga saat ini,  perempuan  sudah memiliki peran ganda, tidak hanya berperan penting terhadap capaian karir tetapi juga mengurus rumah tangga, yang tercermin dari ASN perempuan saat ini.  Banyak ASN Perempuan multitasking, selain disiplin dalam karirnya, mereka disibukkan juga dengan urusan anak dan rumah tangganya.

Dibalik itu semua, ternyata ASN perempuan turut berperan aktif dalam pencapaian target Pembangunan. Menurut data Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada 30 Juni 2022, ASN perempuan masih mendominasi jumlah ASN di Indonesia dibandingkan laki-laki. Jumlah ASN perempuan yang mencapai 2,35 juta lebih banyak 8 persen dibandingkan jumlah ASN laki-laki sebesar 1,99 juta. Selain itu, selama lima tahun terakhir, Indeks Pemberdayaan Gender (IPG) Perempuan di Indonesia terus menunjukkan adanya peningkatan (BPS, 2023). Pada tahun 2019, IPG berada pada posisi 75,24 yang meningkat hingga mencapai 76,90 poin pada 2023. Hal ini menunjukkan bahwa Perempuan Indonesia masih memiliki peran aktif dalam kehidupan ekonomi dan politik. Selain itu, tidak sedikit pemimpin jabatan puncak adalah seorang perempuan. Bahkan, Indonesia menduduki peringkat keempat negara yang memiliki pemimpin perempuan terbanyak di dunia dengan persentase sebanyak 37 persen (Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE), 2023).

Permasalahan hingga saat ini, masih ditemukan kesenjangan antara laki-laki dan Perempuan, salah satunya dalam bidang politik. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 575 orang yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024. Dari jumlah tersebut, ada 120 orang wakil rakyat yang berjenis kelamin perempuan. Jumlah tersebut porsinya baru mencapai 20,87% dari total anggota DPR RI dari hasil pemilihan umum (Pemilu) legislatif 2019. Sisanya, terdapat 455 orang anggota DPR berjenis kelamin laki-laki.

Kondisinya ini tentunya dapat menggambarkan masih ada kesenjangan antara laki-laki dan perempuan di ranah publik dan pengambilan keputusan. Dari data tersebut menunjukkan peran kaum perempuan khususnya di bidang politik masih rendah karena perempuan untuk terjun dalam bidang politik menghadapi banyak tantangan seperti beban ganda, masih ada perempuan atau masyarakat yang beranggapan bahwa dunia politik dinilai sebagai dunia yang kejam dan kotor  tidak cocok untuk kaum perempuan, kegiatan politik banyak dilakukan malam hari dsb.

Saat ini, Pemerintah sedang dalam tahapan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). IKN diagendakan akan menjadi kota ramah perempuan, yang harapannya dapat mengikis kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Kota ramah Perempuan memungkinkan setiap warganya dapat mengakses layanan perkotaan yang komprehensif (seperti transportasi, akomodasi dan keamanan) serta menjamin atas adanya perlindungan terhadap kekerasan dan hak asasi lainnya. IKN memberikan peluang kesempatan kerja yang sama antara laki-laki dan perempuan. Hal ini selaras dengan apa yang menjadi salah satu prinsip pembangunan IKN yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2023 tentang Perincian Rencana Induk IKN.

Sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), tuntutan pekerjaan kedinasan tidaklah terlepas dari rutinitas, terlebih bagi ASN perempuan. Manajemen waktu tentunya sangat diperlukan agar bisa berbagi peran dengan seimbang, baik peran sebagai ASN maupun peran sebagai ibu atau istri. Kemampuan alamiah perempuan untuk mengerjakan banyak tugas dalam satu waktu merupakan anugerah yang Tuhan berikan untuk bisa beradaptasi di beragam lingkungan dengan mudah.

Di era digital seperti saat ini, pekerjaan dapat dilakukan dari mana saja dan kapan saja atau lebih dikenal dengan Work From Anywhere (WFA). Apalagi semenjak pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia, banyak hal yang kemudian dipermudah oleh teknologi. Kegiatan yang semula hanya dapat dilakukan dengan pertemuan fisik kini cukup dilakukan dari rumah saja. Pilihan jenis aktivitas untuk meningkatkan kompetensi juga banyak bertebaran diberbagai platform digital. Berbagai kemudahan ini merupakan peluang yang semestinya tidak di sia-siakan begitu saja.

Dengan meningkatnya kompetensi yang dimiliki, perempuan akan memiliki nilai tambah untuk mendapatkan peluang yang sama dengan laki-laki. Semangat yang diserukan oleh Kartini melalui surat-suratnya, untuk terus maju meraih mimpi tentunya menjadi cambuk bagi para ASN perempuan untuk lebih kreatif dan produktif.

Meneladani semangat Kartini era sekarang, bukan lagi sekadar seremonial dengan bersolek dan mempercantik diri dengan kebaya agar terlihat anggun. Akan tetapi lebih dari itu, peringatan hari Kartini adalah momentum untuk terus semangat berproses dan bertumbuh, maju tanpa merisaukan gender namun tetap sadar akan kodratnya sebagai perempuan. Adanya IKN sebagai Kota Ramah Perempuan berupaya memberikan peluang bagi perempuan untuk memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki. Semoga pembangunan IKN bisa menjawab harapan ASN Kartini saat ini.!

30 April 2024

https://sembaridinas.id/article/ikn-sebagai-kota-ramah-perempuan-harapan-asn-kartini-saat-ini-RkLSh

Optimalisasi Sektor Perdagangan di Jakarta Pascakepindahan Ibu Kota Negara

Pemerintah berencana untuk menggantikan ibukota negara dari Jakarta menjadi Ibukota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur yang diperkuat dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022. Namun, dengan kepindahan ibukota negara menyebabkan belanja pemerintah dan konsumsi rumah tangga di Jakarta menurun. Hal ini berdampak pada menurunnya permintaan terhadap barang dan jasa yang dapat menurunkan perekonomian Jakarta. Oleh karena itu, kontribusi sektor perdagangan sebagai leading sector untuk memperkuat perekonomian Jakarta sangat dibutuhkan. Lantas, mampukah sektor perdangan menopang perekonomian Jakarta usai kepindahan ibukota negara?

Peluang Menurunnya Perekonomian Jakarta Pasca Kepindahan Ibukota Negara

            Institusite for Development of Economic and Finance menilai bahwa rencana pemindahan ibukota negara ke Kalimantan Timur dapat menurunkan perekonomian Jakarta. Pemindahan ibukota yang terjadi akan berdampak khusus terhadap perekonomian Jakarta dan beberapa provinsi di Jawa dan Sumatera yang memiliki keterkaitan ekonomi dalam hal supply barang dan jasa.

Jakarta merupakan daerah khusus dengan pengeluaran terbanyak senasional. BPS (2022) mencatat baik pengeluaran rumah tangga maupun pemerintah keduanya mengalami peningkatan pada tahun 2020-2021. Konsumsi rumah tangga meningkat sebanyak 78.438 ribu rupiah, dari sebelumnya 2,26 juta rupiah pada tahun 2020 menjadi 2,34 juta rupiah pada tahun 2021. Pengeluaran pemerintah juga mengalami peningkatan sebanyak 4.99 triliun rupiah, dari sebelumnya 77,48 triliun rupiah pada tahun 2020 menjadi 82,47 triliun rupiah pada tahun 2021.

Posisi Jakarta sebagai pusat pemerintahan, menjadikannya sebagai tempat terselenggaranya beragam kegiatan instansi pemerintahan. Jakarta menjadi tujuan utama bagi perusahaan, industri dan Lembaga keuangan internasional. Dengan sektor ekonomi yang beragam, termasuk perbankan, perdagangan, manufaktur, pariwisata dan jasa , Jakarta menjadi magnet bagi investasi dan lapangan kerja. Pada tahun 2021, Jakarta berkontribusi sebesar 12,14 persen terhadap investasi nasional. Meskipun, investasi di Jakarta menurun dari 66.217,8 juta US$ pada 2019 menjadi 58.038,8 juta US$ pada 2021, investasi modal asing di provinsi tersebut tetap menempati posisi tertinggi senasional selama periode tersebut (BPS, 2022). Dengan potensi perekonomian sebagai ibukota dan pusat bisnis Indonesia,  perekonomian Jakarta menempati posisi teratas senasional. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang menunjukkan kondisi perekonomian Jakarta cenderung menunjukkan trend yang meningkat pada 2017 hingga 2021. PDRB Jakarta pada 2017 mencapai 1635,36 triliun rupiah meningkat menjadi 1856,30 triliun rupiah pada tahun 2021. PDRB Jakarta selalu menempati posisi tertinggi selama kurun waktu tersebut.

Prestasi perekonomian Jakarta yang sangat baik didukung oleh backgroundnya sebagai ibukota dan pusat bisnis Indonesia. Namun sangat disayangkan, pemindahan ibukota negara dari Jakarta ke Kaliman Timur nantinya akan berdampak terhadap menurunnya perekonomian Jakarta. Oleh karena itu, kontribusi leading sector untuk menopang perekonomian Jakarta pasca kepindahan ibukota negara sangat diperlukan.

Sektor Perdagangan, Leading Sector Perekonomian Jakarta

            Masih terngiang di ingatan, masa Pandemi Covid-19 yang berhasil meluluhlantakkan perekonomian Indonesia. Pandemi yang terjadi pada Maret 2020 menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat. Bahkan, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi hingga minus 0,74 persen pada triwulan I 2021 (BPS, 2021).

Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang ikut terdampak pandemi. Pada triwulan dua 2020, pertumbuhan ekonomi Jakarta turut terkontraksi minus 8,22 persen. Laju pertumbuhan ekonomi Jakarta tersebut tercatat terendah dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Pada saat pandemi tersebut, sektor perdagangan tetap mampu memberikan kontribusi terbesar terhadap perekonomian Jakarta  dengan kontribusi sebesar 16,34 persen (BPS, 2022). Bahkan, sektor perdagangan mampu menyerap tenaga kerja dengan jumlah lebih banyak dibandingkan sektor lainnya saat pandemi. Pada Agustus 2020, distribusi penduduk yang bekerja pada sektor perdagangan meningkat 1,31 persen dibandingkan Agustus 2019 (year on year). Bahkan perubahan sektor perdagangan tersebut merupakan yang terbesar dibandingkan 16 sektor ekonomi lainnya di Jakarta  (BPS, 2022).

Sektor perdagangan nyatanya merupakan pilar perekonomian Jakarta. Sektor perdagangan mampu memberikan kontribusi terbesar terhadap perekonomian Jakarta dari awal pandemi hingga tahun 2023. Pada awal pandemi, sektor perdagangan telah berkontribusi sebesar 16,53 persen terhadap perekonomian Jakarta. Besarnya kontribusi sektor perdagangan lebih besar dibandingkan sektor industri pengolahan, jasa keuangan dan asuransi serta konstruksi yang turut berkontribusi cukup besar terhadap perekonomian Jakarta. Ketiga sektor tersebut hanya memberikan kontribusi sekitar 10-11 persen. Grafik 1 menunjukkan kontribusi sektor perdagangan yang konsisten memberikan kontribusi terbesar terhadap perekonomian Jakarta hingga triwulan II 2023.

Selain menjadi leading sector perekonomian Jakarta, sektor perdagangan juga menyerap tenaga kerja terbanyak di Jakarta. Dari sekian banyaknya lapangan usaha, perdagangan menjadi tumpuan utama pendapatan penduduk Jakarta. Berdasarkan proporsi pekerja menurut lapangan pekerjaan, pekerja di Jakarta paling banyak bekerja di sektor perdagangan dengan persentase sebesar 22,89 persen pada Februari 2023. Sektor perdagangan juga tercatat sebagai sektor dengan proporsi tenaga kerja terbanyak tahun sebelumnya yaitu sebesar 24,16 persen  pada Agustus 2022 (BPS, 2022). Banyaknya tenaga kerja di sektor perdagangan juga tentunya berbanding lurus dengan produksi yang dihasilkan, yang secara tidak langsung menyebabkan perekonomian Jakarta mengalami peningkatan.

Potensi sektor perdagangan dalam menopang perekonomian sejalan dengan keberadaan Jakarta  sebagai pusat perdagangan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pasar rakyat mendominasi pusat perdagangan di Jakarta pada 2020 yaitu sebanyak 208 unit. Bahkan, sebanyak 46 persen pasar rakyat tersebut telah beroperasi lebih dari 30 tahun. Tidak hanya pasar tradisional, puluhan mall dan pusat perdagangan (trade center) juga terhitung banyak dengan jumlah mencapai 96 unit (BPS, 2020).

Sektor perdagangan merupakan pilar perekonomian Jakarta. Namun, dengan adanya kepindahan ibukota negara, perekonomian Jakarta berpotensi menurun. Oleh karena itu, kinerja sektor perdagangan perlu dioptimalkan untuk memperkuat perekonomian Jakarta pasca kepindahan ibukota negara.

Digitalisasi   Sektor Perdagangan, Upaya Untuk Memperkuat Perekonomian Jakarta

Digitalisasi sektor perdagangan  merupakan salah satu upaya untuk memaksimalkan potensi sektor perdagangan dalam memperkuat perekonomian Jakarta. Dengan dibangunnya platform digital, pemasaran barang bisa dikembangkan hingga pasar internasional, termasuk pelaku usaha besar juga dapat membuka gerai di luar negeri. Secara langsung, hal ini akan meningkatkan volume usaha serta   mendatangkan keuntungan  bagi pengusaha. Dengan dipasarkannya produk lokal Jakarta di pasar internasional, dapat menambah jumlah devisa yang dimiki Indonesia dan mengangkat nama ibukota Jakarta di tingkat internasional. Namun, dalam pelaksanaannya, diperlukan dukungan Pemerintah untuk menyosialisasikan dan mendorong program digitalisasi sektor perdagangan, khususnya pasar tradisional yang acapkali belum mengenal istilah “digitalisasi”. Semoga hal ini bisa menjadi langkah awal yang baik untuk memperkuat sektor perdagangan di Jakarta pasca kepindahan ibukota negara nantinya.(*)

diterbitkan di Bangka Pos, 2 Januari 2024 
https://bangka.tribunnews.com/2024/01/02/optimalisasi-sektor-perdagangan-di-jakarta-pascakepindahan-ibu-kota-negara